Sabtu, 29 November 2014

Efektivitas Pengawasan Wajib Pajak Berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) melalui e-NOFA

Septiana Kurniawati
10 D DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
witch.curt8@gmail.com

Abstrak :
Reformasi Birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak diantaranya dengan pembenahan sistem administrasi perpajakannya, dalam PPN dengan melakukan perbaikan alur pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak dan pengkreditan/pelaporan faktur pajak. e-NOFA sebagai perbaikan faktur pajak, telah meningkatkan efektivitas pengawasan Wajib Pajak oleh fiskus (terlebih bagi Account Representative). Pengawasan yang dilakukan fiskus pun menjadi lebih integratif dan komprehensif sehingga dapat meminimalisir penyelewengan pajak berupa faktur pajak fiktif yang selanjutnya dapat meningkatkan pelaporan dan penerimaan PPN oleh Wajib Pajak. Meskipun implementasinya dimungkinkan terdapat bermacam kendala, namun manfaat bagi DJP jauh lebih besar dan dapat meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Kata Kunci : pengawasan wajib pajak, pengusaha kena pajak, e-nofa



1.      PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu revenue center dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan target penerimaan yang semakin tinggi setiap tahunnya, membuat DJP berusaha melakukan bermacam perbaikan dalam organisasinya melalui reformasi birokrasi yang telah dijalankan selama satu dekade.
Salah satu reformasi birokrasi yang dijalankan yakni dalam perbaikan sistem administrasi perpajakan, terutama dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dalam sistem PPN selama ini, terdapat bermacam kelemahan dan kekurangan yang berpotensi terjadinya penyelewengan perpajakan melalui pengemplangan pajak dengan faktur pajak fiktif terutama oleh eksportir yang sering melakukan restitusi atas PPN. Selain itu tingkat kepatuhan administrasi dan pembayaran PPN pun masih jauh dari target yang ditetapkan. Dari 684 ribu PKP, hanya 58% diantaranya tidak menyampaikan SPT PPN Tahun 2011. Sehingga, sejak tahun 2011, DJP melakukan pembenahan administrasi PPN secara bertahap.[1]
Di sini, DJP melakukan tiga pembenahan sistem administrasi PPN, yaitu alur pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak dan pengkreditan/ pelaporan faktur pajak.
Untuk penerbitan faktur pajak, DJP telah menerbitkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dengan aplikasi elektronik nomor faktur (e-nofa) yang dimulai secara efektif pada 1 April 2013.

1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui lebih dalam mengenai faktur pajak elektronik e-nofa dalam rangka efektivitas pengawasan perpajakan Wajib Pajak berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh pegawai pajak (fiskus).
1.3. Metode Penelitian
Metode penelitian untuk makalah ini dilakukan melalui metode kualitatif dengan observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.    LANDASAN TEORI
2.1  Definisi, Fungsi dan Jenis Faktur Pajak
  Faktur Pajak ialah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau bukti pemungutan pajak karena impor BKP yang dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai (Mardiasmo, 2009:288).
Sedangkan dalam PER-24/PJ/2012 dijelaskan bahwa: “Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak”.
Sebagai bagian dari sistem administrasi PPN, faktur komersial yang diterbitkan perusahaan dapat berfungsi sebagai faktur pajak jika memenuhi persyaratan UU PPN (Thuronyi, 1996) sebagai berikut:
a.    Faktur pajak berfungsi sebagai kredit pajak masukan, yaitu dapat menjadi kredit terhadap faktur pajak keluaran yang diterbitkan pada periode kapan kredit diklaim.
b.    Faktur pajak digunakan untuk keperluan pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak.
Selain itu, faktur pajak juga harus menyediakan informasi sesuai persyaratan dalam peraturan yang berlaku. Pembuatan faktur pajak akan menentukan saat pajak terutang yang harus dilaporkan.
Mulai 1 Januari 2014, berdasarkan PMK No 151/PMK.011/2013 bentuk Faktur Pajak ditetapkan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu berbentuk:
a.      Faktur pajak berbentuk kertas (hardcopy), adalah Faktur Pajak yang dibuat secara manual (tidak secara elektronik). Bentuk Faktur Pajak kertas ini adalah yang digunakan dan berlaku selama ini.
b.      Faktur Pajak berbentuk elektronik, adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik. Bentuk dan tata cara pembuatan Faktur Pajak elektronik ini akan ditetapkan melalui PER-16/PJ/2014 dan PER-17/PJ/2014.
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. e-Faktur ini tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).

2.2  Sistem Administrasi PPN
Secara garis besar, sistem administrasi PPN didukung oleh: (1) Sistem Pelayanan oleh Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP); (2) Sistem Pengawasan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon); (3) Sistem Pemeriksaan oelh pejabat fungsional pemeriksa; (4) Sistem Penyidikan oleh Penyidik; (5) Peraturan dan sistem teknologi informasi.
Sedangkan ruang lingkup administrasinya terdiri dari: (1) Pengukuhan Atas PKP; (2) Penerbitan Faktur Pajak; dan (3) Pengkreditan Faktur Pajak.[2]
Adapun mekanisme pemungutan PPN oleh PKP secara garis besar sebagai berikut:
a.      Pada saat membeli atau memperoleh BKP atau JKP akan dipungut PPN. Bukti atas pemungutan tersebut berupa faktur pajak.
b.      Pada saat PKP tersebut menjual/menyerahkan BKP atau JKP ke pihak lain, wajib  memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
c.      Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetor ke kas Negara melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
d.      Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari umlah pajak masukan,  selisihnya dapat direstitusi atau dikompesasi ke masa pajak berikutnya.
e.      Setiap akhir bulan berikutnya, WP PKP tersebut wajib menyampaikan SPT PPN atas masa sebelumnya beserta SSP dan daftar rekapitulasi faktur pajak yang digunakan.

3.      HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1   Reformasi Administrasi PPN
Reformasi administrasi perpajakan sehubungan PPN, dilakukan dalam 3 pembenahan, yakni pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak serta pelaporan Faktur Pajak dan SPT.
Langkah secara umunya ialah dengan membentuk Tim Kajian Komprehensif untuk mengevaluasi dan terus menyempurnakan pembenahan sistem administrasi PPN dan program implementasi sistem pengawasan PKP yang terintegrasi dengan sistem teknolologi Ditjen Pajak.
Untuk pengukuhan PKP, sudah dijalankan sejak tahun 2012, yakni dengan mengeluarkan kebijakan dalam PMK No 73/PMK.2012 mengenai pengukuhan PKP; melakukan registrasi ulang PKP, memverifikasinya dan mencabut status PKP yang tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif. sesuai Per-05/PJ/2012 jo Per-20/PJ/2012 Adapun tujuan dari langkah ini ialah memastikan PKP benar ada secara fisik maupun kegiatan usahanya. Hasilnya, ada setidaknya 330 ribu PKP dicabut status pengukuhannya pada tahun 2012.[1]
Untuk pelaporan SPT, sudah dijalankan sejak tahun 2011 degan evaluasi e-SPT PPN, penerbitan peraturan e-SPT yang diatur dalam SE-94/PJ/2011 tentang Kewajiban Penyampaian SPT Masa dalam bentuk elektronik.
Sedangkan dalam pembenahan sistem faktur pajak, dilakukan dengan penerbitan PER-24/PJ/2012 tentang penggunaan nomor faktur pajak elektronik (dikenal dengan nama e-nofa). Serta penerbitan Per-16/PJ/2014 mengenai e-Faktur elektronik. Kedua sistem ini pada prinsipnya adalah sistem komputer PKP dan Ditjen Pajak akan terkoneksi sehingga diharapkan penerbitan dan pengawasan terhadap nomor faktur pajak menjadi lebih mudah dan mengurangi FP fiktif.
Dengan ketiga upaya pembenahan administrasi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan dapat mengurangi penyelewengan PPN seperti penerbitan Faktur Pajak Fiktif.
3.2 Pemanfaatan e-NOFA dalam Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan Wajib Pajak
Dengan adanya e-NOFA ini akan memberikan manfaat bagi DJP dalam melakukan aktivitas pemantauan dan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP. Beberapa manfaat tersebut diantaranya:
a.      Tertib administrasi dalam penomoran faktur pajak, sehingga dapat mudah dipantau diawasi dan melakukan kroscek silang antara pembeli dan penjual BKP/JKP.
b.      Faktur pajak bersifat rahasia dan unik sehingga meminimalisir penyalahahgunaan atas data maupun faktur pajak fiktif.
c.      Lokasi objek dan subjek pajak lebih mudah untuk diawasi.
d.      DJP memiliki data lengkap mengenai Faktur Pajak dan isian fakturnya pun distandardisasi bagi semua PKP, sehingga memudahkan dalam melakukan analisis data.
e.      Dapat meningkatkan pelayanan kepada WP, yakni mempercepat proses pelaporan, pemberian nomor seri FP serta proses pemeriksaannya.

Pengawasan menyeluruh sebenarnya dilakukan langsung oleh item pusat server, karena kantor pusat yang berwenang dalam memberikan nomor seri faktur pajak sehingga tidak akan terjadi penggandaan nomor seri faktur pajak.
Sedangkan pegawai pajak (terutama pegawai yang berstatus Account Reprecentative)  di KPP mengontrol atau mengawasi secara langsung kepada WP berstatus PKP dengan memberikan sosialisasi, arahan, bimbingan dan konsultasi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan WP.
Dalam hal pengawasan kepada WP berstatus PKP terkait penggunaan Faktur Pajak melalui e-NOFA, maka dapat dilakukan dengan:
a.      Melakukan kroscek nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada WP tersebut disandingkan dengan pelaporan e-SPTnya.
b.      Dalam hal sistem, maka secara otomatis e-SPT akan menolak faktur pajak yang bukan keluaran dari e-NOFA. Pegawai pajak dapat melakukan follow up atas hal ini kepada WP.
c.      Penomoran akan diberikan oleh KPP dan jika terdapat sisa nomor FP, maka wajib dikembalikan dan dilaporkan kepada KPP. Atas ketentuan ini, maka pegawai pajak dapat melakukan kroscek ke WP.
d.      Melakukan kroscek silang penggunaan e-NOFA antara PKP yang mengeluarkan Faktur Pajak dengan PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut.
e.      Melakukan pengawasan terhadap WP berstatus PKP yang melakukan restitusi ataupun kompensasi terhadap SPT Masa PPNnya, sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Dengan segala upaya yang dilakukan, baik dari bimbingan hingga pengawasan, diharapkan terjadi pengingkatan kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, terutama dari segi PPN. Kepatuhan ini dapat dilihat dari peningkatan penerimaan PPN dan pelaporan SPT Masa PPN.
3.3 Hambatan dalam Penerapan aplikasi e-NOFA beserta e-Faktur
Penerapan e-NOFA ini mulai berjalan sejak April 2013, dan sudah diberlakukan secara nasional. Ke depan, penerapan e-NOFA ini juga disempurnakan dengan penerapan e-Faktur secara elektronik berdasar Per-16/PJ/2014. E-Faktur elektronik ini sudah dilakukan pilot project sejak Juli 2014 di KPP WP Besar, KPP Khusus dan KPP Madya di Jakarta. Direncanakan, mulai Juli 2015 e-Faktur sudah berlaku se-Pulau Jawa dan Bali. Dan paa Juli 2016 e-Faktur sudah diberlakukan secara nasional.
Beberapa hambatan terhadap implementasi e-NOFA beserta e-Faktur ke depannya, diantaranya ialah:
a.      Dari sisi Wajib Pajak:
1)     Kesiapan SDM yang mengetahui ilmu perpajakan beserta aplikasi yang digunakan untuk pemenuhan kewajibannya, baik e-SPT, e-Filling, e-NOFA hingga e-Faktur.
2)     Kebutuhan akan hardware oleh PKP yang tidak semuanya mampu memenuhi minimal spesifikasi hardware yang disyaratkan.
3)     Pemberian nomor Faktur Pajak melalui e-NOFA dan e-Faktur yang berbasis ERP/ASP memerlukan jaringan internet yang baik. Indonesia yang luas dan berpulau-pulau dengan jaringan komunikasi tak merata dapat menjadi hambatan yang cukup krusial.

b.      Dari sisi instansi DJP:
1)     Peraturan yang mengatur penerapan e-NOFA sudah diterbitkan, namun kesiapan teknis masih jauh dari rencana, sehingga ketika diimplementasikan akan terjadi banyak kendala bagi pihak DJP sendiri.
2)     Perlunya pemeliharaan server dan jaringan sistem informasi DJP dan perlunya mengantisipasi adanya overload  data.
3)     Perlunya peningkatan keamanan atas data dalam sistem informasi di DJP dari gangguan eksternal maupun internal.

4.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:
a.      Reformasi administrasi perpajakan sehubungan PPN, telah dilakukan dalam 3 pembenahan, yakni dalam hal pengukuhan PKP, penerbitan nomor faktur pajak serta pelaporan Faktur Pajak dan SPT.
b.      Peran pegawai pajak (terutama Account Representative) dalam menerapkan e-NOFA ialah dengan melakukan surat himbauan, sosialisasi dan bimbingan kepada PKP.
c.      Pengawasan oleh DJP yang dapat dilakukan dari penerapan e-NOFA ini diantaranya dengan melakukan kroscek nomor seri faktur yang diminta dengan yang dilaporkan di SPT; kroscek nomor faktur yang tidak digunakn dan kewajiban untuk mengembalikan; melakukan kroscek silang antara nomor faktur PKP Penjual dengan PKP pembeli; melakukan follow up atas input e-SPT yang tidak sesuai nomor aplikasi di e-NOFA; dan melakukan pengwasan terhadap proses restitusi maupun kompensasi.
d.      Perbaikan sistem administrasi PPN ini, terutama penggunaan aplikasi e-NOFA mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP dalam hal peningkatan penerimaan PPN ke kas negara, meminimalisir penyelewengan pajak melalui Faktur Pajak fiktif dan peningkatak jumlah laporan SPT Masa PPN.
e.      Hambatan dalam penerapan e-NOFA dan penggunaan e-Faktur ke depannya diantaranya ialah: kesiapan SDM Wajib Pajak, kebutuhan hardware, dan jaringan internet. Sedangkan dari sisi DJP ialah: kesiapan perangkat hukum dengan teknis implementasinya; pemeliharaan server dan jaringan; risiko overload data; serta risiko keamanan atas data dan sistem informasi.

DAFTAR REFERENSI
[1] ___. 2013. Tingkatkan Penerimaan Negara: Ditjen Pajak Benahi Administrasi. http://www.merdeka.com/peristiwa/tingkatkan-penerimaan-negara-ditjen-pajak-benahi -administrasi.html. Diakses pada 27 November 2014 pukul 09:12 WIB
[2] Hadi, Wiyoso. 2013. Napak Tilas Reformasi Sistem Administrasi PPN. Dalam web di http://www.pajak.go.id/ content/article/napak-tilas-reformasi-sistem -administrasi-ppn. Diakses pada 27 November 2014 pukul 09:20 WIB.
[3] Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Yogyakarta:  Andi Offset
[4]  Rizkiyah, Firda Ayu, dkk. 2013. Implementasi elektronik nomor faktur (e-NOFA) pajak dalam upaya meningkatkan pelaporan wajib pajak. Malang:Universitas Brawijaya
[5] Direktur Jenderal Pajak. 2012. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
[6]  Direktorat Jenderal Pajak. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
[7]  Direktorat Jenderal Pajak. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...