Septiana
Kurniawati
10 D
DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
witch.curt8@gmail.com
Abstrak :
Reformasi Birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak diantaranya dengan
pembenahan sistem administrasi perpajakannya, dalam PPN dengan melakukan
perbaikan alur pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak dan
pengkreditan/pelaporan faktur pajak. e-NOFA sebagai perbaikan faktur pajak, telah
meningkatkan efektivitas pengawasan Wajib Pajak oleh fiskus (terlebih bagi Account
Representative). Pengawasan yang dilakukan fiskus pun menjadi lebih
integratif dan komprehensif sehingga dapat meminimalisir penyelewengan pajak
berupa faktur pajak fiktif yang selanjutnya dapat meningkatkan pelaporan dan penerimaan
PPN oleh Wajib Pajak. Meskipun implementasinya dimungkinkan terdapat bermacam
kendala, namun manfaat bagi DJP jauh lebih besar dan dapat meningkatkan
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berstatus Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
Kata Kunci : pengawasan
wajib pajak, pengusaha kena pajak, e-nofa
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu revenue
center dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan target
penerimaan yang semakin tinggi setiap tahunnya, membuat DJP berusaha melakukan
bermacam perbaikan dalam organisasinya melalui reformasi birokrasi yang telah
dijalankan selama satu dekade.
Salah satu reformasi birokrasi yang dijalankan yakni dalam
perbaikan sistem administrasi perpajakan, terutama dalam Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
Dalam sistem PPN selama ini, terdapat bermacam kelemahan dan
kekurangan yang berpotensi terjadinya penyelewengan perpajakan melalui
pengemplangan pajak dengan faktur pajak fiktif terutama oleh eksportir yang
sering melakukan restitusi atas PPN. Selain itu tingkat kepatuhan administrasi
dan pembayaran PPN pun masih jauh dari target yang ditetapkan. Dari 684 ribu
PKP, hanya 58% diantaranya tidak menyampaikan SPT PPN Tahun 2011. Sehingga,
sejak tahun 2011, DJP melakukan pembenahan administrasi PPN secara bertahap.[1]
Di sini, DJP melakukan tiga pembenahan sistem administrasi PPN,
yaitu alur pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak dan pengkreditan/ pelaporan
faktur pajak.
Untuk penerbitan faktur pajak, DJP telah menerbitkan Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan
dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dengan aplikasi elektronik
nomor faktur (e-nofa) yang dimulai secara
efektif pada 1 April 2013.
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui lebih
dalam mengenai faktur pajak elektronik e-nofa
dalam rangka efektivitas pengawasan perpajakan Wajib Pajak berstatus Pengusaha
Kena Pajak (PKP) oleh pegawai pajak (fiskus).
1.3. Metode Penelitian
Metode penelitian untuk makalah ini
dilakukan melalui metode kualitatif dengan observasi
kepustakaan dan pencarian data melalui internet.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Definisi,
Fungsi dan Jenis Faktur Pajak
Faktur Pajak ialah bukti
pemungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau bukti pemungutan pajak karena
impor BKP yang dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai (Mardiasmo, 2009:288).
Sedangkan dalam PER-24/PJ/2012 dijelaskan bahwa: “Faktur Pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak”.
Sebagai bagian dari sistem administrasi PPN, faktur komersial yang
diterbitkan perusahaan dapat berfungsi sebagai faktur pajak jika memenuhi
persyaratan UU PPN (Thuronyi, 1996) sebagai berikut:
a.
Faktur pajak berfungsi sebagai kredit pajak masukan, yaitu dapat menjadi
kredit terhadap faktur pajak keluaran yang diterbitkan pada periode kapan
kredit diklaim.
b.
Faktur pajak digunakan untuk keperluan pemeriksaan pajak oleh otoritas
pajak.
Selain itu, faktur pajak juga harus menyediakan informasi sesuai
persyaratan dalam peraturan yang berlaku. Pembuatan faktur pajak akan
menentukan saat pajak terutang yang harus dilaporkan.
Mulai 1 Januari
2014, berdasarkan PMK No 151/PMK.011/2013 bentuk Faktur Pajak ditetapkan
terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu berbentuk:
a. Faktur pajak berbentuk kertas (hardcopy), adalah Faktur Pajak yang dibuat secara manual (tidak secara
elektronik). Bentuk Faktur Pajak kertas ini adalah yang digunakan dan berlaku
selama ini.
b. Faktur Pajak berbentuk elektronik, adalah Faktur
Pajak yang dibuat secara elektronik. Bentuk dan tata cara pembuatan Faktur
Pajak elektronik ini akan ditetapkan melalui PER-16/PJ/2014 dan PER-17/PJ/2014.
Bentuk e-Faktur
adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output)
dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
e-Faktur ini tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
2.2 Sistem Administrasi PPN
Secara garis besar, sistem administrasi PPN didukung oleh: (1)
Sistem Pelayanan oleh Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP); (2) Sistem
Pengawasan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon); (3) Sistem
Pemeriksaan oelh pejabat fungsional pemeriksa; (4) Sistem Penyidikan oleh
Penyidik; (5) Peraturan dan sistem teknologi informasi.
Sedangkan ruang lingkup administrasinya terdiri dari: (1)
Pengukuhan Atas PKP; (2) Penerbitan Faktur Pajak; dan (3) Pengkreditan Faktur
Pajak.[2]
Adapun mekanisme pemungutan PPN oleh PKP secara garis besar sebagai
berikut:
a. Pada
saat membeli atau memperoleh BKP atau JKP akan dipungut PPN. Bukti atas
pemungutan tersebut berupa faktur pajak.
b. Pada
saat PKP tersebut menjual/menyerahkan BKP atau JKP ke pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut
merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib
membuat faktur pajak.
c. Apabila
dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari jumlah pajak masukan, selisihnya
harus disetor ke kas Negara melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
d. Apabila
dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari umlah pajak
masukan, selisihnya dapat direstitusi
atau dikompesasi ke masa pajak berikutnya.
e. Setiap
akhir bulan berikutnya, WP PKP tersebut wajib menyampaikan SPT PPN atas masa
sebelumnya beserta SSP dan daftar rekapitulasi faktur pajak yang digunakan.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Reformasi Administrasi
PPN
Reformasi administrasi perpajakan sehubungan PPN,
dilakukan dalam 3 pembenahan, yakni pengukuhan PKP, penerbitan faktur pajak
serta pelaporan Faktur Pajak dan SPT.
Langkah secara umunya ialah dengan membentuk Tim
Kajian Komprehensif untuk mengevaluasi dan terus menyempurnakan pembenahan
sistem administrasi PPN dan program implementasi sistem pengawasan PKP yang
terintegrasi dengan sistem teknolologi Ditjen Pajak.
Untuk pengukuhan PKP, sudah dijalankan sejak tahun
2012, yakni dengan mengeluarkan kebijakan dalam PMK No 73/PMK.2012 mengenai
pengukuhan PKP; melakukan registrasi ulang PKP, memverifikasinya dan mencabut
status PKP yang tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif. sesuai
Per-05/PJ/2012 jo Per-20/PJ/2012 Adapun tujuan dari langkah ini ialah
memastikan PKP benar ada secara fisik maupun kegiatan usahanya. Hasilnya, ada
setidaknya 330 ribu PKP dicabut status pengukuhannya pada tahun 2012.[1]
Untuk pelaporan SPT, sudah dijalankan sejak tahun
2011 degan evaluasi e-SPT PPN, penerbitan peraturan e-SPT yang diatur dalam
SE-94/PJ/2011 tentang Kewajiban Penyampaian SPT Masa dalam bentuk elektronik.
Sedangkan dalam pembenahan sistem faktur pajak,
dilakukan dengan penerbitan PER-24/PJ/2012 tentang penggunaan nomor faktur
pajak elektronik (dikenal dengan nama e-nofa). Serta penerbitan
Per-16/PJ/2014 mengenai e-Faktur elektronik. Kedua sistem ini pada
prinsipnya adalah sistem komputer PKP dan Ditjen Pajak akan terkoneksi sehingga
diharapkan penerbitan dan pengawasan terhadap nomor faktur pajak menjadi lebih
mudah dan mengurangi FP fiktif.
Dengan ketiga upaya pembenahan administrasi tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya dan dapat mengurangi penyelewengan PPN
seperti penerbitan Faktur Pajak Fiktif.
3.2 Pemanfaatan
e-NOFA dalam Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan Wajib Pajak
Dengan adanya e-NOFA ini akan memberikan
manfaat bagi DJP dalam melakukan aktivitas pemantauan dan pengawasan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP. Beberapa manfaat tersebut diantaranya:
a.
Tertib administrasi
dalam penomoran faktur pajak, sehingga dapat mudah dipantau diawasi dan
melakukan kroscek silang antara pembeli dan penjual BKP/JKP.
b.
Faktur pajak bersifat
rahasia dan unik sehingga meminimalisir penyalahahgunaan atas data maupun
faktur pajak fiktif.
c.
Lokasi objek dan
subjek pajak lebih mudah untuk diawasi.
d.
DJP memiliki data
lengkap mengenai Faktur Pajak dan isian fakturnya pun distandardisasi bagi
semua PKP, sehingga memudahkan dalam melakukan analisis data.
e.
Dapat meningkatkan
pelayanan kepada WP, yakni mempercepat proses pelaporan, pemberian nomor seri
FP serta proses pemeriksaannya.
Pengawasan menyeluruh sebenarnya dilakukan langsung
oleh item pusat server, karena kantor pusat yang berwenang dalam memberikan nomor
seri faktur pajak sehingga tidak akan terjadi penggandaan nomor seri faktur
pajak.
Sedangkan pegawai pajak (terutama pegawai yang
berstatus Account Reprecentative)
di KPP mengontrol atau mengawasi secara langsung kepada WP berstatus PKP
dengan memberikan sosialisasi, arahan, bimbingan dan konsultasi dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan WP.
Dalam hal pengawasan kepada WP berstatus PKP terkait
penggunaan Faktur Pajak melalui e-NOFA, maka dapat dilakukan dengan:
a.
Melakukan kroscek
nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada WP tersebut disandingkan dengan
pelaporan e-SPTnya.
b.
Dalam hal sistem,
maka secara otomatis e-SPT akan menolak faktur pajak yang bukan keluaran dari e-NOFA.
Pegawai pajak dapat melakukan follow up atas hal ini kepada WP.
c.
Penomoran akan
diberikan oleh KPP dan jika terdapat sisa nomor FP, maka wajib dikembalikan dan
dilaporkan kepada KPP. Atas ketentuan ini, maka pegawai pajak dapat melakukan
kroscek ke WP.
d.
Melakukan kroscek
silang penggunaan e-NOFA antara PKP yang mengeluarkan Faktur Pajak
dengan PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut.
e.
Melakukan pengawasan
terhadap WP berstatus PKP yang melakukan restitusi ataupun kompensasi terhadap
SPT Masa PPNnya, sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Dengan segala upaya yang dilakukan, baik dari
bimbingan hingga pengawasan, diharapkan terjadi pengingkatan kepatuhan Wajib
Pajak berstatus PKP dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, terutama dari segi
PPN. Kepatuhan ini dapat dilihat dari peningkatan penerimaan PPN dan pelaporan
SPT Masa PPN.
3.3 Hambatan dalam Penerapan aplikasi e-NOFA beserta e-Faktur
Penerapan e-NOFA ini mulai berjalan sejak
April 2013, dan sudah diberlakukan secara nasional. Ke depan, penerapan e-NOFA
ini juga disempurnakan dengan penerapan e-Faktur secara elektronik
berdasar Per-16/PJ/2014. E-Faktur elektronik ini sudah dilakukan pilot
project sejak Juli 2014 di KPP WP Besar, KPP Khusus dan KPP Madya di
Jakarta. Direncanakan, mulai Juli 2015 e-Faktur sudah berlaku se-Pulau
Jawa dan Bali. Dan paa Juli 2016 e-Faktur sudah diberlakukan secara
nasional.
Beberapa hambatan terhadap implementasi e-NOFA
beserta e-Faktur ke depannya, diantaranya ialah:
a.
Dari sisi Wajib
Pajak:
1)
Kesiapan SDM yang
mengetahui ilmu perpajakan beserta aplikasi yang digunakan untuk pemenuhan
kewajibannya, baik e-SPT, e-Filling, e-NOFA hingga e-Faktur.
2)
Kebutuhan akan hardware
oleh PKP yang tidak semuanya mampu memenuhi minimal spesifikasi hardware
yang disyaratkan.
3)
Pemberian nomor
Faktur Pajak melalui e-NOFA dan e-Faktur yang berbasis ERP/ASP
memerlukan jaringan internet yang baik. Indonesia yang luas dan berpulau-pulau
dengan jaringan komunikasi tak merata dapat menjadi hambatan yang cukup
krusial.
b.
Dari sisi instansi
DJP:
1)
Peraturan yang
mengatur penerapan e-NOFA sudah diterbitkan, namun kesiapan teknis masih
jauh dari rencana, sehingga ketika diimplementasikan akan terjadi banyak
kendala bagi pihak DJP sendiri.
2)
Perlunya pemeliharaan
server dan jaringan sistem informasi DJP dan perlunya mengantisipasi
adanya overload data.
3)
Perlunya peningkatan
keamanan atas data dalam sistem informasi di DJP dari gangguan eksternal maupun
internal.
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:
a.
Reformasi
administrasi perpajakan sehubungan PPN, telah dilakukan dalam 3 pembenahan,
yakni dalam hal pengukuhan PKP, penerbitan nomor faktur pajak serta pelaporan
Faktur Pajak dan SPT.
b.
Peran pegawai pajak
(terutama Account Representative) dalam menerapkan e-NOFA ialah
dengan melakukan surat himbauan, sosialisasi dan bimbingan kepada PKP.
c.
Pengawasan oleh DJP yang
dapat dilakukan dari penerapan e-NOFA ini diantaranya dengan melakukan
kroscek nomor seri faktur yang diminta dengan yang dilaporkan di SPT; kroscek
nomor faktur yang tidak digunakn dan kewajiban untuk mengembalikan; melakukan
kroscek silang antara nomor faktur PKP Penjual dengan PKP pembeli; melakukan follow
up atas input e-SPT yang tidak sesuai nomor aplikasi di e-NOFA;
dan melakukan pengwasan terhadap proses restitusi maupun kompensasi.
d.
Perbaikan sistem
administrasi PPN ini, terutama penggunaan aplikasi e-NOFA mampu
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak berstatus PKP dalam hal peningkatan
penerimaan PPN ke kas negara, meminimalisir penyelewengan pajak melalui Faktur
Pajak fiktif dan peningkatak jumlah laporan SPT Masa PPN.
e.
Hambatan dalam
penerapan e-NOFA dan penggunaan e-Faktur ke depannya diantaranya
ialah: kesiapan SDM Wajib Pajak, kebutuhan hardware, dan jaringan
internet. Sedangkan dari sisi DJP ialah: kesiapan perangkat hukum dengan teknis
implementasinya; pemeliharaan server dan jaringan; risiko overload data;
serta risiko keamanan atas data dan sistem informasi.
DAFTAR REFERENSI
[1] ___.
2013. Tingkatkan Penerimaan Negara: Ditjen Pajak Benahi Administrasi. http://www.merdeka.com/peristiwa/tingkatkan-penerimaan-negara-ditjen-pajak-benahi
-administrasi.html. Diakses pada 27 November 2014
pukul 09:12 WIB
[2] Hadi,
Wiyoso. 2013. Napak Tilas Reformasi Sistem Administrasi PPN. Dalam web di http://www.pajak.go.id/ content/article/napak-tilas-reformasi-sistem
-administrasi-ppn. Diakses pada 27 November 2014
pukul 09:20 WIB.
[3] Mardiasmo. 2009. Perpajakan.
Yogyakarta: Andi Offset
[4] Rizkiyah, Firda Ayu, dkk. 2013. Implementasi
elektronik nomor faktur (e-NOFA) pajak dalam upaya meningkatkan pelaporan wajib
pajak. Malang:Universitas Brawijaya
[5] Direktur Jenderal Pajak. 2012. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk,
Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan
Faktur Pajak
[6] Direktorat
Jenderal Pajak. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014
Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
[7] Direktorat Jenderal Pajak. 2014. Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
0 comments:
Posting Komentar