PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir
ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan, terutama dalam
media massa baik lokal maupun nasional. Banyak pendapat yang timbul
akibat korupsi tersebut baik yang pendapat yang pro maupun yang kontra.
Akan tetapi, korupsi merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi
kebersamaan bangsa.
Korupsi,
secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus
Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata
kolusi dan nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan
korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa.
Bahkan sampai MPR merasa perlu mengeluarkan ketetapan (TAP MPR) khusus
untuk memastikan penuntasannya dan terakhir dibentuk Komisi Pemberantasa
Korupsi (KPK).
Politik
uang dan suap adalah bentuk transaksi haram yang sangat akrab dengan
para elite ekonomi dan politik kita sejak zaman orde lama sampai era
reformasi ini. Terminologi ekonomi menyebutkannya sebagai transaction cost, sedangkan bahasa sosiologinya disebut korupsi.
Celah
kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk
menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto,
contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik
penyelesaian. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti
kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI, Kasus Susno, dan Gayus
akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di- Indonesia. Agar
tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus
diberantas.
2. Rumusan Masalah
Korupsi
merupakan suatu masalah sosial, sehingga penjelasan mengenainya dapat
dilakukan melalui berbagai macam pendekatan ilmu sosial. Secara khusus,
tulisan ini membahas korupsi dilihat melalui perspektif ilmu ekonomi,
mencakup
1. Faktor-faktor apa yang mendorong seseorang melakukan tindak korupsi ?
2. Bagaimana mengukur tingkat korupsi ?
3. Bagaimana korupsi menimbulkan dampak pada perekonomian ?
Tiga
hal diatas merupakan bahasan utama yang sekaligus merupakan batasan
dari tulisan ini. Hal- hal selain yang disebutkan di atas bukan
merupakan inti dari tulisan yang penulis sajikan ini.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh korupsi terhadap perekonomian.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai korupsi dan dampaknya terhadap perekonomian.
PEMBAHASAN
1. Definisi Korupsi
Korupsi
merupakan masalah yang sangat populer di masyarakat sehingga banyak
definisi yang muncul sesuai dengan aspeknya masing-masing. Akibatnya,
jarang kita temui definisi yang cukup lengkap dan sempurna dalam
menjelaskan korupsi
Wikipedia yang merupakan salah satu ensiklopedia online menyebutkan bahwa Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau
politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Definisi ini juga tidak luput dari kekurangan karena disebutkan bahwa
korupsi hanya mencakup pejabat publik yang berarti pegawai pemerintah,
politisi dan tidak termasuk sektor swasta.
Lebih
lanjut, tindak korupsi tidak hanya mencakup penyuapan atau
penyelewengan sejumlah dana, namun lebih luas dari hal itu. Misalnya,
seorang mahasiswa yang izin untuk tidak masuk kuliah dengan alasan
sakit, namun dia bepergian bersama temanya. Hal ini juga merupakan
tindakan korupsi. Dari banyaknya definisi korupsi sulit di bedakan
antara penyuapan dan hadiah. Penyuapan biasanya menimbulkan timbal balik
dan hadiah tidak menimbulkan timbal balik karena di anggap sebagai
hibah.
1. Faktor-faktor yang Mendorong Tindakan Korupsi
Tindakan
korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut
berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari
internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi
lingkunan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut
ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu :
1. Dorongan dari daklam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya);
2. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi yaitu :
1. Gaji pegawai negeri yang tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi;
2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi;
4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
Analisa
yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul
"Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1. Aspek Individu Pelaku
1. Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan
orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan
tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih
punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
rakus.
2. Moral yang Kurang Kuat
Seorang
yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3. Tingkat Upah dan Gaji Pekerja di Sektor Publik
Penghasilan
seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan
hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan
berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya
dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan
memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi
waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk
keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4. Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam
rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak
dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan
di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif.
Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan
yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian
orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar
keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan
tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia
dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi
dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi
masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini
menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
1. Aspek Organisasi
1. Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan
2. Posisi
pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan
yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.
3. Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar
4. Kultur
organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila
kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai
situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi
demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk
terjadi.
5. Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai
Pada
institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan
misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran
yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut.
Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah
instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih
lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya
yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif
untuk praktik korupsi.
6. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pengendalian
manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi
dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen
sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota
atau pegawai di dalamnya.
7. Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang
dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup
ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
1. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
1. Nilai-nilai
di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
2. Masyarakat
kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang
menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat.
Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara.
Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses
anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
3. Masyarakat
kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat
sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada
kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak
disadari.
4. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah
korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa
korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
5. Aspek
peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup
adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni
penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang
disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang
tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan
revisi peraturan perundang-undangan.
1. Mengukur Tingkat Korupsi
Jika
korupsi dapat diukur, maka akan ada kemungkinan untuk menguranginya.
Namun pada kenyataannya, secara konseptual, selalu terdapat
ketidakjelasan dalam menentukan besaran yang harus diukur. Jika
pengukuran hanya dilakukan pada besaran suap yang dibayarkan, maka ini
berarti terjadi pengabdian terhadap bentuk bentuk korupsi sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya pada bagian pendahuluan di atas. Mengingat,
secara langsung, amat sulit ditemukan cara untuk melakukan pengukuran
korupsi, maka terdapat beberapa cara tidak langsung untuk mendapatkan
informasi tentang tindak korupsi. Beberapa cara untuk mendapatkan
informasi mengenai korupsi:
1. Laporan mengenai korupsi melalui surat kabar dan institusi independen misalnya lewat internet;
2. Studi
kasus mengenai korupsi di sebuah instilusi, walaupun kadang- kadang
laporan dari studi kasus cenderung untuk pelaporan internal dan rahasia;
3. Survey
dengan menggunakan kuisioner. Cara ini bisa dilakukan secara langsung
ke institusi yang hendak diteliti (seperti dalam kasus Peru dan
Argentina, studi dilakukan kepada petugas dan administrator pajak), atau
secara keseluruhan dalam satu negara. Hasil dari survey ini berupa
tingkat persepsi terhadap korupsi, dan bukan angka nominal tindak
korupsi. World Bank, IMF dan negara - negara pemberi bantuan keuangan
biasanya menyertakan survey seperti ini dalam setiap program bantuannya.
Pada beberapa negara seperti Tanzmania, Uganda, India, Ukaraina dan
beberapa yang lain, cara ini cukup memberikan hasil yang memuaskan.
Survey bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya survey mengenai
Global Competitiveness Report (Jenewa), Political and Economic Risk
(Hongkong), International Transparancy (Berlin), Political Risk Service
(Syracuse).
Hasil
dari berbagai macam survey di atas, telah dipergunakan secara luas bank
oleh peneliti maupun pelaku bisnis. Yang harus dihindari adalah
kebingungan akan penggunaan ukuran-ukuran korupsi yang dihasilkan. Harus
diperhatikan, bahwa indeks yang dihasilkan dari survey-survey tersebut
merefleksikan persepsi masyarakat tentang korupsi, bukan pengukuran
kuantitatif dari korupsi yang dilakukan. Negara-negara di dunia
mempunyai kecenderungan untuk mempunyai posisi yang relatif stabil dalam
persepsi masyarakat mengenai korupsi dalam negara tersebut. Beberapa
perubahan posisi yang cukup signifikan salah satunya ditunjukkan oleh
Chili. Muncul pertanyaan penting, seberapa akurat perubahan dalam indeks
ini menurut perubahan riil yang terjadi di lapangan? Tidak selalu
akurat. ini disebabkan pengukuran ini menunjukkan tingkat persepsi, maka
bisa saja walapun hanya terjadi satu kasus korupsi, namun karena terus
diberitakan oleh media, maka terjadi perubahan
cukup signifikan dalam persepsi masyarakat terhadap korupsi. ini
menjadikan pengukuran berdasarkan indeks persepsi tidak membedakan
ukuran yang tepat terhadap korupsi yang terjadi di suatu negara.
1. Tingkat Korupsi di Indonesia
Ditengah
gegap gempita pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2009 silam,
ternyata Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia
Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis seperti yang di
sebutkan Political & Economic Risk Consultancy (PERC)
pada tanggal 9 Maret 2010. Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif
bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden
adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di
Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Berikut daftar 16 negara terkorup
di Asia Pasifik menurut PERC.
1. Indonesia (terkorup)
1. Kamboja (korup)
2. Vietnam (korup)
3. Filipina (korup)
4. Thailand
5. India
6. China
7. Taiwan
8. Korea
9. Macau
10. Malaysia
11. Jepang
12. Amerika Serikat (bersih)
13. Hong Kong (bersih)
14. Australia (bersih)
15. Singapura (terbersih)
Sementara itu Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan Transparency
International 2009, yang lebih fokus pada baik-buruknya pelayanan
publik di suatu negara, Indonesia memang boleh sedikit berbangga. Sejak
berdirinya KPK, IPK Indonesia mengalami peningkatan secara bertahap.
Tabel Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2001-2009
Tahun Survei
|
Nilai IPK Indonesia
|
Sumber TI
|
2001
|
1.9
|
CPI 2001
|
2002
|
1.9
| |
2003
|
1.9
| |
2004
|
2.0
| |
2005
|
2.2
| |
2006
|
2.4
| |
2007
|
2.3
| |
2008
|
2.6
| |
2009
|
2.8
|
Untuk
tahun 2009 IPK Indonesia naik, yakni meningkat menjadi 2,8 dari 2,6 di
tahun 2008. Peringkat Indonesia dalam ranking negara paling korup di
dunia pun turun secara signifkan. Namun, tentu saja kita tidak lantas
berpuas diri dan terlena. Apalagi jika didasari pada kenyataan bahwa IPK
terbaik di dunia yang diraih oleh Selandia Baru pada angka 9,4 dan
disusul masing-masing Denmark 9.3 dan Singapura dan Sweden pada IPK 9.2.
Dari angka ini, jelas Indonesia jauh sekali dibanding dengan negara
tetangga kita Singpura yang menduduki peringkat ke-3 dunia atau
Australia di posisi 8 dengan IPK 8.7. Bahkan dengan negara serumpun-pun,
Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang menduduki posisi 56 dengan
IPK 4.5
1. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap Perekonomian
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan pemerintah
untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar,
meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam
posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang
sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya
perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakaii
sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan
negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya dikarenakan:
untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar,
meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam
posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang
sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya
perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakaii
sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan
negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya dikarenakan:
2. Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure).
Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka
pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan,
distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya
inefisiensi
3. Korupsi
mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang
produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan
pada akhimya menyumbangkan negatif value added.
4. Korupsi
menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan
selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan
masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat
pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
5. Korupsi
mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya).
Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan
ekonomi yang dicapai.
6. Korupsi
mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga
proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang
sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang
sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan
otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
dalam kasus Indonesia.
Korupsi
memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan
program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai
sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin
diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan
kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam
bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi
ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada
negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah
mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja).
1. Dampak Korupsi pada Perekonomian Anahsa Ekonometrika
Beberapa
tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka
indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel — variabel ekonomi
yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah
1. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi
membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di
Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang
lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi
pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang
lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini
berdampak pada menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi produksi dimana growth adalah fungsi dari investasi.
2. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat
korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%,
sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung
kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun.
Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan
pengurangan pengeluaran pemerintah.
3. Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum.
4. Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara
5. Korupsi menurunkan pendapatan pajak
Sebagai
contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang
menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian
pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26
miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak
lainnya.
1. Korupsi menurunkan Foreign Direct Investment, dikarenakan efek korupsi yang sama dengan efek pajak.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ditinjau
dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat. Baik
kepada perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara dalam masa transisi seperti
Indonesia, baik dari sistem ekonomi (dari sistem ekonomi terpusat menuju
sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun dari sistem politik
dan demokrasi (pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang
demokratis), selalu mengalamii masalah korupsi yang luar biasa besar.
Bahkan, saat ini sudah terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi
hampir mustahil dapat dibasmi, karena ada anggapan bahwa korupsi telah
menjadii kebudayaan bangsa Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dijadikan
justifikasi dan apologi untuk terus bersikap toleran dan permisif
terhadap keberadaan korupsi.
Tentu
akan sangat membingungkan bila kita harus menyelesaikan semua kasus
korupsi karena sangat banyaknya kasus konupsi di negeri ini. Oleh karena
itu pemetaan korupsi dengan memberilcan prioritas menjadi penting.
Tolak ukur yang paling penting adalah seberapa jauh korupsi tersebut
berkaitan dengan kepentingan umum dan merugikan keuangan negara. Kita
dapat menemukan suatu pola umum dari korupsi yang terjadi di Indonesia,
namun bukan tidak mungkin setiap daerah dan setiap kasus memililki
kekhususannya sendiri. Beberapa hal bisa dijadikan alasan bagi
ttumbuhnya perbedaan-perbedaan ini seperti perbedaan sumber daya ekonomi
(atau pendapatan), budaya, kondisi kelompok-kelompok sosial, yang
kesemuanya mempengaruhi pola-pola korupsi dan upaya pemberantasannya.
Yang pasti, kita harus segera bergerak menuntaskan serta melakukan
perubahan.
2. Saran
Pembangunan
di Indonesia tidak boleh terkoyak hanya karena ulah okrnum yang tidak
bertanggungjawab (walaupun esok mereka pasti akan mempertanggungjawabkan
perbuatannya pada mahkamah tertinggi di akhirat) yang melakukan abuse
of power. Oleh karena itu, ada beberapa hal teknis yang kami sarankan
sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Indonesia, yakni:
Komitmen
yang kuat dari para pemimpin adalah kunci, karenanya pada setiap proses
pemilihan presiden atau pejabat apapun, agar dilakukan dengan fit
proper test yang harus sangat memperhatikan Si moralitas, Pemerintah
secara perlahan-lahan harus mulai mengurangi keterlibatan para aktivitas
ekonomi. Mungkin sangat neoklasik, tapi itulah yang mesti dilakukan
jika berkaca pada Finlandia dan negara lain yang mampu meng-nol-kan
potensi korupsinya. Peran pemerintali selanjutnya adalah mei 'polisi
pasar' atau menjadi 'wasit dunia usaha' yang memastikan aktivitas
ekonomi berjalan lancar serta meminimalkan terjadinya kegagalan pasar.
Secara
perlahan-lahan pemerintah harus mulai melakukan rasionalisasi pegawai
dalam jumlah yang cukup siginifikan dan memastikan standar gaji yang
bersaing dengan swasta. Akan tetapi, antisipasi akibat dan kebijakan
pengurangan pegawai ini juga mesti disiapkan
1. Menghukum koruptor dengan hukuman yang seberat-beratnya. Mungkin Korea Selatan bisa dicontoh dalam hal ini;
2. Memaksimalkan
peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagal pengawas yang jujur
dan auditor yang bersih dalam melakukan peran kontrol dan pengusutan
atas segala macam dugaan korupsi;
3. Secara
bertahap dan berkelanjutan pemerintah harus mengupayakan terlaksananya
aturan yang sudah diciptakan namun harus dilaksanakan. Yakni:
o TAP MPR No. XIJMPRI1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
o UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
o UU no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU anti Korupsi).
o Komisi Pemberantasan Korupsi (Anti Corruption Coinmision).
Daftar Referensi
http://antikorupsi.org/indo/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=407
http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
http://www.beritaindonesia.co.id/visi-berita/budaya-korupsi/
http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
0 comments:
Posting Komentar