Abstrak – Korupsi
berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat yang secara langsung
bersinggungan dengan dampak dari adanya kejahatan korupsi. Para tersangkanya
hanyalah merupakan gambaran dari ‘puncak gunung es’ betapa akutnya masalah
korupsi menggerogoti negara kita. Paper
ini digunakan sebagai kajian untuk melihat sejauh apa korupsi menyebabkan
berbagai dampak negatif dalam aspek sosial dan kehidupan bermasyarakat
tersebut.
Kata Kunci:Dampak
Korupsi, Masyarakat, Aspek Sosial
1. PENDAHULUAN
Aspek sosial merupakan aspek yang
mencakup masyarakat dan hubungan antar individu di dalamnya. Peran masyarakat
dapat dianalogikan sebagai pisau bermata dua, karena sebagai bagian dari
kehidupan bermasyarakat, setiap individu dapat berperan baik sebagai subjek
maupun objek dari kejahatan korupsi. Oleh karena itu, permasalahan korupsi
tidak hanya sekadar memindahkan uang dari laci ke saku penyelenggara negara,
tetapi dilakukan secara sistemik dan terencana oleh orang-orang yang memiliki
kewenangan dan yang memikul kepercayaan untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan dampaknya pun kembali ke masyarakat.
2. LANDASAN
TEORI
2.1 Metode
penelitian
Kajian untuk paper dampak korupsi
terhadap aspek sosial ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan
pencarian data melalui internet.
2.2 Hubungan
indeks persepsi korupsi pada aspek sosial
Riset Gupta et al (1998)
menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Persepsi Korupsi sebesar 2,52 poin akan
meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin [1]. Artinya, kesenjangan antara kelompok
kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin
bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari
kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.Korupsi akan menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
3. HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Dampak
korupsi terhadap tingkat kejahatan
Korupsi sebagai sebuah kejahatan
memiliki multiplier effect yang turut
menyuburkan berbagai jenis kejahatan lainnya di masyarakat.Korupsi mendidik
masyarakat untuk menggunakan cara-cara tidak bermoral dan melawan hukum untuk
mencapai segala keinginannya. Menurut Transparency
International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah
kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan
yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil
dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat
juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat [2].
Soerjono Soekanto menyatakan
bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri,
profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran
hukum masyarakat. Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang
jika timbul kesadaran masyarakat (marginal
detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan
kesejahteraan masyarakat sudah memadai. Untuk mencapai masyarakat sadar hukum
tersebut, perlu didukung dengan pendidikan politik dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang berkesinambungan.
3.2 Dampak
korupsi terhadap profesionalisme
Pada tingkat yang sudah sangat
sistematis, sebagian besar masyarakat tidak lagi menghiraukan aspek
profesionalisme dan kejujuran (fairness). Hal ini disebabkan karena
semua persoalan diyakini bisa diselesaikan dengan uang sogokan. Masyarakat juga
menjadi kian permisif pada tindak korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian
sistemik dan kian terstruktur sulit untuk terbantahkan. Mulai soal pengurusan
akta kelahiran hingga pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan
dengan kesehatan hingga masalah pendidikan. Mulai pedagang kaki lima hingga
promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan. Sulit untuk
mengingkari, korupsi sudah bersifat endemik, bekerja secara sistematis,
menggerogoti birokrasi kekuasaan dan menghancurkan kepercayaan publik pada
pemerintahan di Indonesia[3].
Korupsi dianggap sebagai suatu
kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses ekonomi dan politik.Sikap dan
perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya akan meniadakan etos kompetisi
secara sehat. Memperkuat anggapan bahwa siapa yang berkuasa dan mempunyai uang
bisa mengatur segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial kian melebar sehingga
menciptakan kerawanan sosial.
Selain itu maraknya nepotisme
dalam proses penerimaan Pegawai Negeri Sipil di daerah juga mendistorsi pola
pikir dan profesionalisme sebagai penyedia pelayanan publik. Status Pegawai
Negeri Sipil hanya dianggap sebagai tempat untuk meraup keuntungan pribadi dan
memperoleh fasilitas-fasilitas yang menguntungkan individu atau kelompok
tertentu.
3.3 Dampak
korupsi terhadap struktur sosial dan kesenjangan
Minimnya pembangunan
infrastruktur dan penyediaan fasilitas publik yang berkaitan dengan pelayanan
pendidikan dan kesehatan menyebabkan masyarakat rentan terhadap berbagai
penyakit dan rendah kompetensinya.Anggaran yang disediakan dalam APBN dan APBD,
yang menjadi hak masyarakat, tidak jarang dimanfaatkan untuk hak pribadi oleh
pejabat publik dan ongkos politik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus
kepala daerah yang terseret kasus korupsi karena menyalahgunakan kekuasaannya dan
anggaran yang dikelolanya [4]. Kondisi tersebut akan menciptakan adanya kesenjangan
sosial yang muncul akibatadanya perbedaan dalam hal kualitas hidup yang sangat
mencolok antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
Hal yang paling harus menjadi perhatian,
terutama di negara Indonesia yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan
gotong royong, adalah rusaknya tatanan sosial dalam bermasyarakat. Setiap
individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada
kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Korupsi dapat berpengaruh negatif
terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan
yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan,
kekuasaan, dan lain-lain.
Korupsi juga membahayakan
terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Sanksi sosial tidak berlaku
dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kasus bahwa
beberapa pejabat publik yang pernah tersandung kasus korupsi masih diberikan
posisi strategis di daerah [5]. Lemahnya sanksi sosial ini menimbulkan
hilangnya kepedulian dan kepekaan di masyarakat.
Selain itu, korupsi yang semakin
membudaya dan akut di pemerintahan, akan menimbulkan efek berkesinambungan dan
permanen di masyarakat. Masyarakat umum, terutama golongan menengah ke bawah,
adalah yang lazimnya merasakan efek kerugian dan kerusakan paling dominan.
Bukan tidak mungkin bahwa pada suatu titik, kesenjangan dan ketidakadilan yang
timbul terutama dari segi kesejahteraan sosial, akan mencapai titik di mana
masyarakat umum yang marah akan mengambil tindakan destruktif dan anarkis demi terciptanya perbaikan nasib. Contoh nyata dapat
kita lihat pada tahun 1998 ketika terjadi kerusuhan dan reformasi besar-besaran
oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Salah satu sebab kejadian
tersebut adalah akibat kemarahan masyarakat akan KKN yang selama beberapa
dekade dibiarkan begitu saja menggerogoti bangsa.
4. KESIMPULAN
Dampak korupsi terhadap aspek
sosial sangat luas karena menyangkut sisi-sisi kehidupan dalam bermasyarakat
dan menyinggung aspek-aspek lainnya seperti hukum, moral, dan budaya.
Meningkatnya korupsi berdampak pada meningkatnya tingkat kejahatan di
masyarakat, menurunnya profesionalisme, dan melebarnya kesenjangan sosial.
Perlu adanya partisipasi dari masyarakat untuk tidak apatis terhadap pergerakan
anti korupsi dan penguatan lembaga peradilan serta dukungan terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk menciptakan good
governance dan pembangunan yang merata bagi masyarakat. Jangan sampai
terjadi lagi tindakan destruktif dan anarkis oleh masyarakat yang marah akan
tindak korupsi yang tidak terkendali.
DAFTAR REFERENSI
[1] Mapikor
Indonesia, Korupsi Belenggu Cita-cita
Anak Bangsa, http://mapikor.wordpress.com/tag/korupsi/
[2] Dampak Masif Korupsi terhadap Eksistensi
Negara Bangsa,http://kampuskeuangan.wordpress.com/2011/05/10/dampak-masif-korupsi-terhadap-eksistensi-negara-bangsa/
[3] Dampak Korupsi Bagi Kehidupan Sosial
Bermasyarakat, http://arrdhie.blogspot.com/2011/08/dampak-korupsi-bagi-kehidupan-sosial.html
[4] Kantor
Berita Radio Nasional, Akhir Tahun 2013,
Kepala Daerah Korupsi Diprediksi Capai 300 Orang,http://rri.co.id/index.php/berita/55401/Akhir-Tahun-2013-Kepala-Daerah-Korupsi-
[5] Detik
News, PNS Koruptor Masih Menjabat,
Reformasi Birokrasi Gagal, http://news.detik.com/read/2012/11/20/193319/2096348/10/pns-koruptor-masih-menjabat-reformasi-birokrasi-gagal
0 comments:
Posting Komentar