Selasa, 17 Juni 2014

Dampak Korupsi Terhadap Aspek Sosial


AbstrakKorupsi berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat yang secara langsung bersinggungan dengan dampak dari adanya kejahatan korupsi. Para tersangkanya hanyalah merupakan gambaran dari ‘puncak gunung es’ betapa akutnya masalah korupsi  menggerogoti negara kita. Paper ini digunakan sebagai kajian untuk melihat sejauh apa korupsi menyebabkan berbagai dampak negatif dalam aspek sosial dan kehidupan bermasyarakat tersebut.

Kata Kunci:Dampak Korupsi, Masyarakat, Aspek Sosial



1.      PENDAHULUAN

Aspek sosial merupakan aspek yang mencakup masyarakat dan hubungan antar individu di dalamnya. Peran masyarakat dapat dianalogikan sebagai pisau bermata dua, karena sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat, setiap individu dapat berperan baik sebagai subjek maupun objek dari kejahatan korupsi. Oleh karena itu, permasalahan korupsi tidak hanya sekadar memindahkan uang dari laci ke saku penyelenggara negara, tetapi dilakukan secara sistemik dan terencana oleh orang-orang yang memiliki kewenangan dan yang memikul kepercayaan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dampaknya pun kembali ke masyarakat.



2.      LANDASAN TEORI

2.1    Metode penelitian

Kajian untuk paper dampak korupsi terhadap aspek sosial ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.



2.2    Hubungan indeks persepsi korupsi pada aspek sosial

Riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Persepsi Korupsi sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin [1]. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.Korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.



3.      HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1    Dampak korupsi terhadap tingkat kejahatan

Korupsi sebagai sebuah kejahatan memiliki multiplier effect yang turut menyuburkan berbagai jenis kejahatan lainnya di masyarakat.Korupsi mendidik masyarakat untuk menggunakan cara-cara tidak bermoral dan melawan hukum untuk mencapai segala keinginannya. Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat.  Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat [2].

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat.  Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai. Untuk mencapai masyarakat sadar hukum tersebut, perlu didukung dengan pendidikan politik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan.



3.2    Dampak korupsi terhadap profesionalisme

Pada tingkat yang sudah sangat sistematis, sebagian besar masyarakat tidak lagi menghiraukan aspek profesionalisme dan kejujuran (fairness). Hal ini disebabkan karena semua persoalan diyakini bisa diselesaikan dengan uang sogokan. Masyarakat juga menjadi kian permisif pada tindak korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur sulit untuk terbantahkan. Mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan. Mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan. Sulit untuk mengingkari, korupsi sudah bersifat endemik, bekerja secara sistematis, menggerogoti birokrasi kekuasaan dan menghancurkan kepercayaan publik pada pemerintahan di Indonesia[3].

Korupsi dianggap sebagai suatu kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses ekonomi dan politik.Sikap dan perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya akan meniadakan etos kompetisi secara sehat. Memperkuat anggapan bahwa siapa yang berkuasa dan mempunyai uang bisa mengatur segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial kian melebar sehingga menciptakan kerawanan sosial.

Selain itu maraknya nepotisme dalam proses penerimaan Pegawai Negeri Sipil di daerah juga mendistorsi pola pikir dan profesionalisme sebagai penyedia pelayanan publik. Status Pegawai Negeri Sipil hanya dianggap sebagai tempat untuk meraup keuntungan pribadi dan memperoleh fasilitas-fasilitas yang menguntungkan individu atau kelompok tertentu.



3.3    Dampak korupsi terhadap struktur sosial dan kesenjangan

Minimnya pembangunan infrastruktur dan penyediaan fasilitas publik yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan menyebabkan masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit dan rendah kompetensinya.Anggaran yang disediakan dalam APBN dan APBD, yang menjadi hak masyarakat, tidak jarang dimanfaatkan untuk hak pribadi oleh pejabat publik dan ongkos politik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus kepala daerah yang terseret kasus korupsi karena menyalahgunakan kekuasaannya dan anggaran yang dikelolanya [4]. Kondisi tersebut akan menciptakan adanya kesenjangan sosial yang muncul akibatadanya perbedaan dalam hal kualitas hidup yang sangat mencolok antara kelompok kaya dan kelompok miskin.

Hal yang paling harus menjadi perhatian, terutama di negara Indonesia yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan gotong royong, adalah rusaknya tatanan sosial dalam bermasyarakat. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.

Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain.

Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Sanksi sosial tidak berlaku dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kasus bahwa beberapa pejabat publik yang pernah tersandung kasus korupsi masih diberikan posisi strategis di daerah [5]. Lemahnya sanksi sosial ini menimbulkan hilangnya kepedulian dan kepekaan di masyarakat.

Selain itu, korupsi yang semakin membudaya dan akut di pemerintahan, akan menimbulkan efek berkesinambungan dan permanen di masyarakat. Masyarakat umum, terutama golongan menengah ke bawah, adalah yang lazimnya merasakan efek kerugian dan kerusakan paling dominan. Bukan tidak mungkin bahwa pada suatu titik, kesenjangan dan ketidakadilan yang timbul terutama dari segi kesejahteraan sosial, akan mencapai titik di mana masyarakat umum yang marah akan mengambil tindakan destruktif dan anarkis demi terciptanya perbaikan nasib. Contoh nyata dapat kita lihat pada tahun 1998 ketika terjadi kerusuhan dan reformasi besar-besaran oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Salah satu sebab kejadian tersebut adalah akibat kemarahan masyarakat akan KKN yang selama beberapa dekade dibiarkan begitu saja menggerogoti bangsa.



4.      KESIMPULAN

Dampak korupsi terhadap aspek sosial sangat luas karena menyangkut sisi-sisi kehidupan dalam bermasyarakat dan menyinggung aspek-aspek lainnya seperti hukum, moral, dan budaya. Meningkatnya korupsi berdampak pada meningkatnya tingkat kejahatan di masyarakat, menurunnya profesionalisme, dan melebarnya kesenjangan sosial. Perlu adanya partisipasi dari masyarakat untuk tidak apatis terhadap pergerakan anti korupsi dan penguatan lembaga peradilan serta dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menciptakan good governance dan pembangunan yang merata bagi masyarakat. Jangan sampai terjadi lagi tindakan destruktif dan anarkis oleh masyarakat yang marah akan tindak korupsi yang tidak terkendali.





DAFTAR REFERENSI

[1]    Mapikor Indonesia, Korupsi Belenggu Cita-cita Anak Bangsa, http://mapikor.wordpress.com/tag/korupsi/


[3]    Dampak Korupsi Bagi Kehidupan Sosial Bermasyarakat, http://arrdhie.blogspot.com/2011/08/dampak-korupsi-bagi-kehidupan-sosial.html

[4]    Kantor Berita Radio Nasional, Akhir Tahun 2013, Kepala Daerah Korupsi Diprediksi Capai 300 Orang,http://rri.co.id/index.php/berita/55401/Akhir-Tahun-2013-Kepala-Daerah-Korupsi-

[5]    Detik News, PNS Koruptor Masih Menjabat, Reformasi Birokrasi Gagal, http://news.detik.com/read/2012/11/20/193319/2096348/10/pns-koruptor-masih-menjabat-reformasi-birokrasi-gagal

0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...