Kamis, 19 Juni 2014

Dampak Korupsi Di Indonesia Terhadap Aspek Perpajakan


Abstrak: Korupsi telah melemahkan kehidupan politik, mencederai demokrasi, melemahkan perekonomian dan pembangunan, hingga dampak turunannya berupa konflik sosial dan demoralisasi bangsa Indonesia. Para trsangkanya yang tertangkap basah dan mendekam di bui pun seakan tak malu akan perbuatannya, bahkan ada yang masih bisa melenggang bebas seakan tanpa rasa bersalah. Paper ini digunakan sebagai kajian untuk melihat sejauh apa korupsi menyebabkan berbagai dampak negatif dalam aspek perpajakan.



Kata Kunci : Dampak Korupsi, Aspek Perpajakan



1.    PENDAHULUAN

Perpajakan merupakan sumber penerimaan APBN yang paling dominan, hingga mencapai 80% dari total penerimaan APBN. Dari dana perpajakan yang dihimpun tersebut, setelah masuk ke APBN, pada akhirnya akan digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan nasional yang merata. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa kebocoran dan korupsi sehingga menyebabkan penyeelenggaraan kegiatan negara tidak optimal. Jika korupsi ini tidak segera ditanggulangi, maka akan berdampak luas hingga ke aspek perpajakan.



2.    LANDASAN TEORI

2.1   Metode Penelitian

       Kajian untuk paper dampak korupsi terhadap aspek perpajakan ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.2    Arti Korupsi

Korupsi diambil dari bahasa latin, yaitu dari kata corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikk, menyogok. Ialah tindakan pejabat publik, baik politisi, pejabat maupun pegawai negeri sipil, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan tersebut yang secara tidak waar dan ilegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak, baik pribadi maupun golongan. [1]

2.3  Arti Pajak

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''



3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1    Posisi Korupsi di Indonesia

Saat ini tingkat korupsi di Indonesia dinilai masih cukup tinggi oleh beberapa pihak. Tanggal 6 Desember 2012 kemarin, Transparancy International mengumukan Indeks Persepsi Korupsi di 176 negara. Dan Indonesia terperosok menempati posisi ke 118. Pada posisi itu, Indonesa dinilai lebih korup dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.  Berdasarkan rilis tersebut, Singapura menempati posisi 5, Malaysia di posisi 54, dan Thailand ranking 88. Selain itu pada saat acara hari anti korupsi dunia di Jakarta, pada tanggal 4 Desember 2012 yang lalu, KPK juga melansir data kerugian negara akibat korupsi di Indonesia. Kerugian yang diderita negara akibat korupsi yang terjadi antara tahun 2004-2011 sebesar Rp 39,3 T. Lebih lanjut KPK juga mengungkapkan bahwa uang sebesar itu  seharusnya dapat dipergunakan untuk membangun 393 ribu unit rumah baru, sekolah gratis untuk 68 juta anak Sekolah Dasar selama setahun penuh, dan membelikan 7,9 juta unit komputer di sekolah-sekolah sebagai sarana belajar. [2]

Merupakan keprihatinan tersendiri, bahwa korupsi telah menggerogoti kantong negara sedemikian parah. Korupsi  ini tidak hanya “merampok” uang negara, namun secara jangka panjang juga akan mempengaruhi sektor perpajakan, yang merupakan “tulang punggung” APBN kita.



3.2      Dampak Langsung Korupsi Pejabat Terhadap Penerimaan Pajak

Sejak awal Januari 2013 hingga kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali marak diberitakan media nasional. Lembaga anti korupsi yang pertama kali dibentuk pada tahun 2003 melalui UU Nomor 30 Tahun 2002 ini selama beberapa minggu telah menjadi news maker. Beberapa tokoh penting di negeri ini ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi milyaran rupiah.  Mereka berasal dari berbagai kalangan yang  menempati posisi strategis dan berpengaruh. Dari kalangan pejabat, politisi, pengusaha (pihak ketiga), hingga pegawai negeri, tak terkecuali pegawai negeri yang bekerja di Ditjen Pajak.

Untuk kasus korupsi di Ditjen Pajak sendiri, setidaknya sejak Juni 2012 hingga kini, telah terungkap setidaknya 4 kasus yang menghebohkan masyarakat. Kasus paling akhir ialah Mei 2013 lalu, KPK menangkap dua pemeriksa pajak Muhammad Dian Indra dan Eko Darmayanto di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta bersama seorang kurir Tedy ketika hendak mengambil uang sebesar 300 ribu dollar Singapura yang sudah diletakkan dalam mobil di parkiran bandara. Uang tersebut merupakan pemberian staf PT The Master Steel bernama Effendy guna menyelesaikan penyidikan pajak perusahaan tersebut. [3]

Berbagai kasus korupsi ini akan berpotensi membawa dampak kepada risiko fiskal. Yaitu, turunnya kepercayaan masyarrrakat terhadap pemerintah dan perpajakan. Kepatuhan pembayaran pajak pun menurun sehingga menyebabkan penurunan pula pada penerimaan negara melalui perpajakan. Berbagai usaha yang dilakukan Ditjen Pajak untuk menyadarkan masyakarakat untuk taat pajak belakangan ini mulai membuahkan hasil. Namun, sejak banyak kasus korupsi muncul ke permukaan, banyak masyarakat yang mulai galau. Kasus itu tampaknya melukai masyarakat yang taat membayar pajak.

Tentu kita sangat mengharapkan moto Ditjen Pajak ''Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya'' tidak akan membuat masyarakat berubah sikap menjadi ''Buat Apa Bayar Pajak kalau Uangnya Disalahgunakan''. Jangan sampai kasus tersebut berpengaruh buruk terhadap citra pemerintah di bidang pajak yang ujung-ujungnya akan berdampak pula kepada kemalasan masyarakat untuk membayar pajak karena uang hasil pajak rawan disalahgunakan.



3.3    Dampak Tidak Langsung Korupsi Terhadap Perpajakan

Dampak secara tidak langsung sangatlah banyak, namun disini kami urai tiga poin penting dari dampak secara tidak langsung ini. Pertama, yakni penurunan peringkat utang pemerintah. Karena dinilai pemerintah belum bisa memberantas secara tegas korupsi yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan negara mengatur anggaran termasuk di dalamnya ialah pembayaran bunga dan utang pemerintah jatuh tempo. Tentu saja hal ini akan mengganggu arus penerimaan APBN, karena penerimaan negara kita belum bisa sepenuhnya mengharapkan hanya dari sektor perpajakan saja.

Efek multiplier lainnya berupa keengganan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, akibat dari korupsi ini. Korupsi menjadikan pembangunan nasional tak merata dan “seadanya” sehingga fasilitas umum mudah rusak dan tak layak. Juga karena banyaknya pungutan liar (pungli) dalam proses perijinan usaha dan investasi, sehingga biaya “siluman” investasi di Indonesia sangat tak terduga. Ketidakpastian sistem dan kondisi politik ekonomi ini, pada akhirnya membuat investor berpikir ulang untuk melirik Indonesia sebagai ladang investasinya.

Pada akhirnya, kita akan kehilangan potential gain dan potensi penerimaan pajak akibat keputusan investor yang mengurungkan dan meninjau ulang ketika akan berinvestasi di Indonesia. Seperti kasus yang merebak kemarin, ketika perusahaan selular Blackberry akhirnya urung investasi di Indonesia, alih-alih di Malaysia. Ataupun maskapai penerbangan Lion Air yang akhirnya memilih memarkirkan pesawatnya di Singapura akibat biaya yang sangat mahal di Indonesia.

Potensi hilangnya pemasukan negara akibat korupsi sektor perpajakan dinilai lebih dari Rp 10 triliun per tahun. Potensi korupsi terbesar terletak pada Pengadilan Pajak. Apalagi persentase kekalahan yang dialami negara dalam Pengadilan Pajak sekitar 80 persen selama periode 2002-2009. Data yang dimiliki ICW menunjukkan, selama 2002-2009, gugatan dan banding yang masuk ke Pengadilan Pajak mencapai 22.249 berkas. Sebanyak 16.953 berkas bisa diterima secara formal dan sisanya ditolak. Putusan yang mengabulkan gugatan wajib pajak mencapai 13.672 berkas atau sebesar 81 persen. [4]

Pemerintah, dalam hal ini diwakili Ditjen Pajak, kadang kurang persiapan, pembelaan atau bahkan argumen untuk memperkuat alasan yang menjadi dasar sengketa. Namun selain itu, bisa juga karena penggugat kadang secara “ajaib” dapat memberikan bukti baru di persidangan akan suatu sengketa dalam pajak, yang ketika dilakukan pemeriksaan kala itu, bukti tidak ada. Juga bisa terjadi suatu tindakan KKN dari tergugat yang menyuap pihak pengadilan pajak untuk meloloskan, memenangkan, maupun meringankan keputusan pengadilan.

Akan semua hal itu, dapat menyebabkan uang pajak yang sudah masuk ke kas Negara, dikeluarkan lagi dan ditambah dengan imbalan bunga, sesuai dengan aturan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Tentu saja ini akan memberikan “tamparan” bagi Ditjen Pajak, yang harus kerja lebih keras lagi untuk memenuhi target penerimaan yang telah ditetapkan pemerintah.

4.    KESIMPULAN

Dampak korupsi terhadap aspek perpajakan, pada akhirnya akan bermuara pada penurunan penerimaan pajak. Serta merta akan mengakibatkan target penerimaan tak tercapai, berimbas kepada APBN yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan nasional dan pencapaian tujuan kehidupan bernegara, mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.

Agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pajak dan meningkatkan penerimaan pajak untuk pembangunan nasional, diantaranya dengan menuntaskan kasus korupsi yang selama ini menggantung dan juga memberantas korupsi di Indonesia, terutama korupsi yang terjadi di Ditjen Pajak, sebagai pengemban amanah rakyat dalam mengelola pajak. Menciptakan pemerintahan yang good governance, juga lembaga peradilan yang netral, juga menciptakan aparat pajak yang bersih, dan mungkin moto Ditjen Pajak perlu ditambah: “Lunasi Pajaknya, Awasi Penerimaannya dan Penggunaannya.” Juga menyiapkan tenaga profesional Ditjen Pajak serta memperkuat aspek hukum daan pembelaan di Pengadilan Pajak, agar negara dapat memenangkan kasus sengketa perpajakan.

DAFTAR REFERENSI

[1] Wikipedia, Pajak.  http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak





0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...