Abstrak: Korupsi telah melemahkan kehidupan politik, mencederai demokrasi,
melemahkan perekonomian dan pembangunan, hingga dampak turunannya berupa
konflik sosial dan demoralisasi bangsa Indonesia.
Para
trsangkanya yang tertangkap basah dan mendekam di bui pun seakan tak malu akan
perbuatannya, bahkan ada yang masih bisa melenggang bebas seakan tanpa rasa
bersalah. Paper ini digunakan sebagai kajian
untuk melihat sejauh apa korupsi menyebabkan berbagai dampak negatif dalam
aspek perpajakan.
Kata Kunci : Dampak Korupsi, Aspek Perpajakan
1. PENDAHULUAN
Perpajakan merupakan sumber
penerimaan APBN yang paling dominan, hingga mencapai 80% dari total penerimaan
APBN. Dari dana perpajakan yang dihimpun tersebut, setelah masuk ke APBN, pada
akhirnya akan digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan
nasional yang merata. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa
kebocoran dan korupsi sehingga menyebabkan penyeelenggaraan kegiatan negara
tidak optimal. Jika korupsi ini tidak segera ditanggulangi, maka akan berdampak
luas hingga ke aspek perpajakan.
2. LANDASAN
TEORI
2.1
Metode Penelitian
Kajian
untuk paper dampak korupsi terhadap aspek perpajakan ini dilakukan melalui
metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.
2.2 Arti Korupsi
Korupsi
diambil dari bahasa latin, yaitu dari kata corruptio
dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikk, menyogok. Ialah tindakan pejabat
publik, baik politisi, pejabat maupun pegawai negeri sipil, serta pihak lain
yang terlibat dalam tindakan tersebut yang secara tidak waar dan ilegal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak, baik pribadi maupun golongan. [1]
2.3
Arti
Pajak
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU
No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun
2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat''
3. HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Posisi
Korupsi di Indonesia
Saat ini tingkat korupsi di Indonesia dinilai masih
cukup tinggi oleh beberapa pihak. Tanggal 6 Desember 2012 kemarin, Transparancy
International mengumukan Indeks Persepsi Korupsi di 176 negara. Dan Indonesia
terperosok menempati posisi ke 118. Pada posisi itu, Indonesa dinilai lebih
korup dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan rilis tersebut, Singapura menempati posisi 5, Malaysia di posisi
54, dan Thailand ranking 88. Selain itu pada saat acara hari anti korupsi dunia
di Jakarta, pada tanggal 4 Desember 2012 yang lalu, KPK juga melansir data
kerugian negara akibat korupsi di Indonesia. Kerugian yang diderita negara
akibat korupsi yang terjadi antara tahun 2004-2011 sebesar Rp 39,3 T. Lebih
lanjut KPK juga mengungkapkan bahwa uang sebesar itu seharusnya dapat
dipergunakan untuk membangun 393 ribu unit rumah baru, sekolah gratis untuk 68
juta anak Sekolah Dasar selama setahun penuh, dan membelikan 7,9 juta unit
komputer di sekolah-sekolah sebagai sarana belajar. [2]
Merupakan keprihatinan tersendiri, bahwa korupsi telah
menggerogoti kantong negara sedemikian parah. Korupsi ini tidak hanya “merampok” uang negara, namun
secara jangka panjang juga akan mempengaruhi sektor perpajakan, yang merupakan “tulang
punggung” APBN kita.
3.2 Dampak
Langsung Korupsi Pejabat Terhadap Penerimaan Pajak
Sejak awal Januari 2013 hingga kini, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali marak diberitakan media nasional. Lembaga
anti korupsi yang pertama kali dibentuk pada tahun 2003 melalui UU Nomor 30
Tahun 2002 ini selama beberapa minggu telah menjadi news maker. Beberapa
tokoh penting di negeri ini ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi milyaran
rupiah. Mereka berasal dari berbagai kalangan yang menempati posisi
strategis dan berpengaruh. Dari kalangan pejabat, politisi, pengusaha (pihak
ketiga), hingga pegawai negeri, tak terkecuali pegawai negeri yang bekerja di
Ditjen Pajak.
Untuk
kasus korupsi di Ditjen Pajak sendiri, setidaknya sejak Juni 2012 hingga kini,
telah terungkap setidaknya 4 kasus yang menghebohkan masyarakat. Kasus paling
akhir ialah Mei 2013 lalu, KPK menangkap dua pemeriksa pajak Muhammad Dian
Indra dan Eko Darmayanto di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta bersama seorang
kurir Tedy ketika hendak mengambil uang sebesar 300 ribu dollar Singapura yang
sudah diletakkan dalam mobil di parkiran bandara. Uang tersebut merupakan
pemberian staf PT The Master Steel bernama Effendy guna menyelesaikan
penyidikan pajak perusahaan tersebut. [3]
Berbagai
kasus korupsi ini akan
berpotensi membawa dampak kepada risiko fiskal. Yaitu, turunnya kepercayaan
masyarrrakat terhadap pemerintah dan perpajakan. Kepatuhan pembayaran pajak pun
menurun sehingga menyebabkan penurunan pula pada penerimaan negara melalui
perpajakan. Berbagai usaha yang dilakukan Ditjen Pajak untuk menyadarkan
masyakarakat untuk taat pajak belakangan ini mulai membuahkan hasil. Namun,
sejak banyak kasus korupsi muncul ke permukaan, banyak masyarakat yang mulai
galau. Kasus itu tampaknya melukai masyarakat yang taat membayar pajak.
Tentu kita sangat mengharapkan moto Ditjen Pajak
''Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya'' tidak akan membuat masyarakat berubah
sikap menjadi ''Buat Apa Bayar Pajak kalau Uangnya Disalahgunakan''. Jangan
sampai kasus tersebut berpengaruh buruk terhadap citra pemerintah di bidang
pajak yang ujung-ujungnya akan berdampak pula kepada kemalasan masyarakat untuk
membayar pajak karena uang hasil pajak rawan disalahgunakan.
3.3
Dampak Tidak Langsung Korupsi
Terhadap Perpajakan
Dampak secara tidak langsung
sangatlah banyak, namun disini kami urai tiga poin penting dari dampak secara
tidak langsung ini. Pertama, yakni penurunan peringkat utang pemerintah. Karena
dinilai pemerintah belum bisa memberantas secara tegas korupsi yang nantinya
akan mempengaruhi kemampuan negara mengatur anggaran termasuk di dalamnya ialah
pembayaran bunga dan utang pemerintah jatuh tempo. Tentu saja hal ini akan
mengganggu arus penerimaan APBN, karena penerimaan negara kita belum bisa
sepenuhnya mengharapkan hanya dari sektor perpajakan saja.
Efek multiplier lainnya berupa
keengganan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, akibat dari korupsi
ini. Korupsi menjadikan pembangunan nasional tak merata dan “seadanya” sehingga
fasilitas umum mudah rusak dan tak layak. Juga karena banyaknya pungutan liar
(pungli) dalam proses perijinan usaha dan investasi, sehingga biaya “siluman”
investasi di Indonesia sangat tak terduga. Ketidakpastian sistem dan kondisi
politik ekonomi ini, pada akhirnya membuat investor berpikir ulang untuk
melirik Indonesia sebagai ladang investasinya.
Pada akhirnya, kita akan
kehilangan potential gain dan potensi
penerimaan pajak akibat keputusan investor yang mengurungkan dan meninjau ulang
ketika akan berinvestasi di Indonesia. Seperti kasus yang merebak kemarin,
ketika perusahaan selular Blackberry akhirnya urung investasi di Indonesia,
alih-alih di Malaysia. Ataupun maskapai penerbangan Lion Air yang akhirnya
memilih memarkirkan pesawatnya di Singapura akibat biaya yang sangat mahal di
Indonesia.
Potensi
hilangnya pemasukan negara akibat korupsi sektor perpajakan dinilai lebih dari
Rp 10 triliun per tahun. Potensi korupsi terbesar terletak pada Pengadilan
Pajak. Apalagi persentase kekalahan yang dialami negara dalam Pengadilan Pajak
sekitar 80 persen selama periode 2002-2009. Data yang dimiliki ICW menunjukkan,
selama 2002-2009, gugatan dan banding yang masuk ke Pengadilan Pajak mencapai
22.249 berkas. Sebanyak 16.953 berkas bisa diterima secara formal dan sisanya
ditolak. Putusan yang mengabulkan gugatan wajib pajak mencapai 13.672 berkas
atau sebesar 81 persen. [4]
Pemerintah,
dalam hal ini diwakili Ditjen Pajak, kadang kurang persiapan, pembelaan atau
bahkan argumen untuk memperkuat alasan yang menjadi dasar sengketa. Namun selain
itu, bisa juga karena penggugat kadang secara “ajaib” dapat memberikan bukti
baru di persidangan akan suatu sengketa dalam pajak, yang ketika dilakukan
pemeriksaan kala itu, bukti tidak ada. Juga bisa terjadi suatu tindakan KKN dari
tergugat yang menyuap pihak pengadilan pajak untuk meloloskan, memenangkan,
maupun meringankan keputusan pengadilan.
Akan semua
hal itu, dapat menyebabkan uang pajak yang sudah masuk ke kas Negara,
dikeluarkan lagi dan ditambah dengan imbalan bunga, sesuai dengan aturan UU
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Tentu saja ini akan
memberikan “tamparan” bagi Ditjen Pajak, yang harus kerja lebih keras lagi
untuk memenuhi target penerimaan yang telah ditetapkan pemerintah.
4.
KESIMPULAN
Dampak korupsi terhadap aspek
perpajakan, pada akhirnya akan bermuara pada penurunan penerimaan pajak. Serta
merta akan mengakibatkan target penerimaan tak tercapai, berimbas kepada APBN
yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan nasional dan pencapaian tujuan
kehidupan bernegara, mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
Agar dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap pajak dan meningkatkan penerimaan pajak untuk pembangunan
nasional, diantaranya dengan menuntaskan kasus korupsi yang selama ini
menggantung dan juga memberantas korupsi di Indonesia, terutama korupsi yang
terjadi di Ditjen Pajak, sebagai pengemban amanah rakyat dalam mengelola pajak.
Menciptakan pemerintahan yang good governance,
juga lembaga peradilan yang netral, juga menciptakan aparat pajak yang bersih,
dan mungkin moto Ditjen Pajak perlu ditambah: “Lunasi Pajaknya, Awasi
Penerimaannya dan Penggunaannya.” Juga menyiapkan tenaga profesional Ditjen
Pajak serta memperkuat aspek hukum daan pembelaan di Pengadilan Pajak, agar
negara dapat memenangkan kasus sengketa perpajakan.
DAFTAR
REFERENSI
[1]
Wikipedia, Pajak. http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
[2]
Memiskinkan Koruptor Melalui UU Pajak http://www.pajak.go.id/content/article/memiskinkan-koruptor-melalui-uu-pajak
[3] Daftar Pegawai
Pajak Yang Ditangkap KPK http://nasional.kontan.co.id/news/daftar-pegawai-pajak-yang-ditangkap-kpk
[4] Triliunan Rupiah Hasil Pajak Berpotensi
Hilang http://www.antikorupsi.org/id/content/triliunan-rupiah-hasil-pajak-berpotensi-hilang
0 comments:
Posting Komentar