Abstrak:
Pada sekitar tahun 1960-1970an korupsi saat itu merajalela di Cina, salah satu contohnya adalah petugas ambulans yang meminta uang sebelum menjemput pasien dan petugas pemadam kebakaran yang mau memadamkan api setelah menerima uang. Menawarkan uang suap kepada pejabat pemerintah merupakan hal yang biasa, sebab bila tidak dilakukan maka mereka tidak akan melayani masyarakat. Korupsi yang paling serius adalah yang terjadi di kepolisian, petugas polisi yang korup melindungi pelaku perjudian, prostitusi, dan narkoba.
Pada sekitar tahun 1960-1970an korupsi saat itu merajalela di Cina, salah satu contohnya adalah petugas ambulans yang meminta uang sebelum menjemput pasien dan petugas pemadam kebakaran yang mau memadamkan api setelah menerima uang. Menawarkan uang suap kepada pejabat pemerintah merupakan hal yang biasa, sebab bila tidak dilakukan maka mereka tidak akan melayani masyarakat. Korupsi yang paling serius adalah yang terjadi di kepolisian, petugas polisi yang korup melindungi pelaku perjudian, prostitusi, dan narkoba.
Kondisi ini membuat pucuk pimpinan di negeri Tirai
Bambu tersebut ''jengah''. Upaya memberantas korupsi mencapai puncaknya pada
pemerintahan Zhu Rongji (1997-2002). Rongji terkenal dengan pernyataan yang sangat
tegas melawan koruptor. Ia menyebutkan ''Berikan saya 100 peti mati, 99 akan
saya gunakan untuk mengubur para koruptor, dan satu untuk saya jika saya
melakukan korupsi."
Paper ini bertujuan untuk belajar pada negeri Cina
mengenai cara pemberantasan korupsi yang dinilai agresif dan mampu membuat para
koruptor jera.
Kata Kunci : Pencegahan, Pemberantasan
Korupsi Cina
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi
tahun 2012, Cina berada pada peringkat 80 sedangkan Hongkong berada di
peringkat 14 dari 174 negara, termasuk dalam negara yang “bersih” dari korupsi.
Dengan penyerahan kembali Hong Kong ke Cina pada 1997, semakin banyak interaksi
dengan pemerintah pusat di Beijing dan situasi ini menciptakan peluang untuk
menyebarkan pengalaman kota Hong Kong itu membasmi korupsi ke kawasan-kawasan
lain di seluruh Cina.
Terlebih ketika Cina pada pemerintahan Zhu Rongji (1997-2002) yang sangat
agresif dalam membasmi para koruptor. Rongji terkenal dengan sebuah pernyataan
yang sangat tegas melawan koruptor : ''Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya
gunakan untuk mengubur para koruptor, dan satu untuk saya sendiri jika saya
melakukan tindakan korupsi."
Sayangnya langkah itu justru menyurut
di bawah Presiden Jiang Zemin. Jiang menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya
diri dan kelompoknya– geng Shanghai. Jiang Mianheng putra sulungnya, selain
difasilitasi dalam usaha bisnisnya, juga diberi jabatan. Setelah Hu Jintao
berkuasa, api pemberantasan korupsi kembali menyala.
Kegerahan Hu Jintao bisa dipahami,
karena reformasi ekonomi yang cenderung kapitalistik di Cina tidak diikuti
dengan reformasi politik yang demokratis, telah membuat elite partai yang
berkuasa leluasa menumpuk kekayaan. Hal itu diperparah dengan tidak adanya
kontrol masyarakat sipil dan pers. Dilaporkan setidaknya 4 ribu pejabat korup
telah hengkang dari Cina dalam 20 tahun terakhir ini dengan menggondol
setidaknya US $ 50 miliar.[1]
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Penelitian
Kajian
untuk paper praktik pencegahan dan pemberantasan korupsi di Cina ini dilakukan
melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.
2.2 Sejarah Pemberantasan Korupsi di Cina
Seperti
yang diceritakan di awal, bahwa pemerintah Cina mengalami pasang surut dalam
pemberantasan korupsi. Meskipun pada pemerintahan Zhu Rongji mengancam para
koruptor dengan 1000 peti mati, juga pada masa Hu Jintao kembali aktif
memberantas korupsi, tetap saja masih banyak tindakan korupsi di negara ini,
seakan mereka tidak jera dalam melakukan aksinya.
Bahkan, seperti dirilis di The International Herald Tribune, Jim
Yardly menyebut korupsi di Cina sebagai “boom in
corruption”. Para elite partai masih menguasai industri penting seperti
perbankan, properti dan manufaktur. Pemerintah pusat tak bisa mengontrolnya. Apalagi
pers dan internet masih dikendalikan partai. Sehingga jumlah terdakwa korupsi
yang terkuak di publik, jumlahnya lebih kecil dipandingkan keadaan sebenarnya. Dalam studi ilmiah pun, Cina selalu menjadi rujukan
betapa pelakasanaan pidana mati tidak berbanding lurus dengan jumlah kasus
korupsi yang terungkap di pengadilan.[2]
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Badan
Antikorupsi di Cina
Pembentukan Badan Antikorupsi di Cina pun tak selalu
mulus. Berawal dari pembentukan Anti
Corruption Branch (ACB) yang berada di bawah kepolisian. Namun ACB dinilai
kurang efektif karena masyarakat enggan memberikan pengaduan pada ACB yang ada
di bawah kontrol kepolisian yang korup serta kurang independensinya ACB dan
pegawainya dalam memerangi korupsi. Kemudian ACB diganti dengan Anti Corruption Office (ACO) yang
memiliki wewenang lebih besar dan terpisah dari kepolisian meski anggotanya
masih perwira polisi. Karena dinilai kurang efektif, akhirnya pada 1973,
dibentuklah Independent Commission
Against Corruption (ICAC) yang bermarkas di Hong Kong.[1]
Departemen dalam ICAC terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Departemen
Operasi yang bertugas menyidik, menahan dan membantu penuntutan; Departemen
Pencegahan Korupsi yang memberikan penilaian terhadap titik rawan korupsi; dan
Departemen Humas yang mengumpulkan dukungan dan informasi dari masyarakat. [1]
Selai itu pada September 2007, pemerintah Cina mendirikan
Biro Pencegahan Korupsi Nasional (NBCP) yang akan bertugas untuk memonitor
jalur aset yang mencurigakan dan aktivitas yang dicurigai merupakan hasil
korupsi. Staf NBCP mengumpulkan dan menganalisis informasi dari sejumlah sektor
diantaranya perbankan, penggunaan lahan, pengobatan, dan telekomunikasi. Sehingga
mampu memonitor alur keuangan para pejabat dan mendeteksi perilaku pihak yang
dicurigai. [2]
Biro ini akan melaporkan temuannya kepada dewan negara
atau kabinet Cina. Meski demikian, biro tersebut tidak akan terlibat dan tidak
memiliki wewenang dalam penyelidikan kasus perseorangan. Biro tersebut juga
bertugas memberi arahan pekerjaan anti-korupsi bagi perusahaan, organisasi nonpemerintah,
membantu asosiasi perdagangan untuk menciptakan sistem dan mekanisme disiplin
sendiri, mencegah penyuapan komersial, serta memperluas pencegahan korupsi bagi
organisasi pedesaan seperti halnya masyarakat kota.
3.2 Langkah
Pemerintah Cina Perangi Korupsi
Saat
ini Cina menerapkan tiga langkah untuk memberantas korupsi, yaitu memperbaiki
sistem birokrasi, meningkatkan penyidikan terhadap pegawai negeri, dan
mengawasi kekuasaan. Pengawasan ditingkat administrasi pemerintahan dilakukan
oleh Kementrian Pengawasan, sedangkan pengawasan internal di tubuh partai
dijalankan oleh Direktorat Disiplin.
Di tingkat
lokal, misalnya, Walikota Beijing Liu Qi meluncurkan sunshine policy untuk
melawan korupsi. Kebijakan ini mengharuskan para petinggi partai, pejabat, dan
pegawai pemerintah untuk melaporkan hal-hal pribadi seperti membeli rumah,
mengirim anak belajar ke luar negeri, pernikahan anak, bahkan memilih pasangan
hidup untuk menjaga stabilitas dan integrasi sistem politik. Langkah terbaru
yang akan diterapkan, dikatakan Yuliang, akan mencakup pemantauan terhadap
penggunaan kendaraan umum dan pengawasan aset pejabat. [3]
Bahkan,
bulan Juni 2013 lalu, nama-nama dan gambar pejabat negara yang korup dipajang
dalam sebuah pameran di Beijing. Warganya juga dididik membenci koruptor
melalui game online, dimana para pejabat yang korup boleh dibunuh dengan
senjata, ilmu hitam, atau disiksa. [3]
3.3 Tingkat
Keberhasilan Pemberantasan Korupsi
Dengan
kesungguhan pemerintahnya dalam memerangi korupsi di negaranya, Cina menjadi
negara yang disegani dan patut diacungi jempol dalam penegakan keadilan untuk
menghukum terdakwa korupsi. Meski menurut Amnesti Internasional (AI) cara
tersebut cukup kejam dan melanggar HAM, namun bagi pemerintah Cina inilah salah
satu cara ampuh untuk meningkatkan kredibilitas Cina baik dalam segi ekonomi,
pembangunan dan politiknya.
Pada tahun
2012, Cina menempati posisi urutan pertama di dunia dalam mengadili kasus
korupsi hingga eksekusinya, yaitu sebanyak 4.500 perkara per tahun. Sedangkan Indonesia
menempati posisi kedua dengan jumlah 1700 perkara per tahun. Antara tahun 1992-2001 telah 239.710 kasus korupsi dimajukan ke pengadilan dan
173.974 orang, menjadi pesakitan untuk dikenai sanksi yang bervariasi, dari
pemecatan, hukuman penjara, bahkan hukuman mati. [4]
Selama empat
bulan pada 2003, 33.761 polisi dipecat. Mereka dipecat karena menerima suap, berjudi,
mabuk-mabukan, membawa senjata di luar tugas, dan kualitas di bawah standar. Sepanjang 2004, pemerintahan Hu
menghukum sebanyak 164.831 anggota partai karena menguras uang negara lebih
dari 300 juta dollar AS. Sebanyak 15 diantaranya menteri. Selama 6 bulan
pertama 2007, angka resmi menyebutkan 5.000 pejabat korup dijatuhi hukuman. [5]
Beberapa
hukuman mati bagi pelaku korupsi di Cina diantaranya Cheng Kejie, pejabat
tinggi Partai Komunis Cina, Hu Chang-ging, Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi. Dua
mantan Walikota juga mengalami nasib yang sama dihukum mati, Xu Maiyong mantan
Wakil Walikota Hangzho dan Jiang Renjie mantan wakil walikota Suzhou.
3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberantasan
Korupsi
3.4.1 Sistem
pemerintahan yang otoriter.
Melalui sistem pemerintahan yang seperti ini, maka Cina dapat menerapkan
hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak pidana korupsi.
3.4.2 Adanya
tradisi guanxie (koneksi/suap)
yang mengakar di masyarakat Cina merupakan salah satu penyebab begitu meluasnya
korupsi di negeri ini. Bagi mereka, tanpa guanxi maka bisnis tidak akan
berjalan dan tidak dapat mencapai apa yang diinginkan.
3.4.3 Adanya
reformasi ekonomi. Tradisi
guanxie diperkuat dengan pandangan tentang uang yang berubah di Cina.
Reformasi membolehkan masyarakat menjadi lebih kaya, memiliki banyak uang tidak
lagi dilarang sehingga mendorong masyarakatnya mengejar kemakmuran.
3.4.4 Tak adanya reformasi sistem politik. Reformasi
ekonomi tidak diikuti dengan reformasi politik. Pemerintah melakukan
modenisasi ekonomi namun di sisi lain pemerintah tetap mempertahankan
struktur kekuasaan yang ada. Hubungan partai dan negara di Cina bersifat
subordinatif, di mana negara yang tunduk terhadap partai. Partai menduduki
posisi penting dalam pemerintahan dan unit produksi lewat komite partainya yang
dipimpin oleh Sekretaris Partai. Partai yang seharusnya memainkan fungsi
pengawasan baik terhadap masyarakat maupun aparat negara, ternyata berada di
balik korupsi itu sendiri.
3.4.5 Adanya
perdebatan mengenai usulan bahwa koruptor yang telah mengembalikan
hasil korupsinya tidak perlu dihukum dan usulan mengenai pemberian insentif
bagi para pejabat yang tidak korup.
3.5 Perjanjian Antikorupsi Indonesia-Cina
Juni 2013 lalu, Indonesia dan Cina
memantapkan kerjasama pemberantasan tindak pidana korupsi. Pemantapan kerja
sama antikoruspi itu menjadi fokus pertemuan Wakil Jaksa Agung Darmono dengan
Jaksa Agung RRC, Cao Jingming di Jinan, Provinsi Shandong, Cina, Juni lalu.
Kerjasama ini dibahas di sela pertemuan International Association of Anti-Corruption
Authorities (IAACA). Kerjasama ini meliputi teknik penegakan hukum, penguasaan
teknologi informasi, harmonisasi peraturan, asset
recovery, dan money
laundering. Dalam pertemuan IAACA tersebut dilakukan penandatanganan nota
kesepahaman kerja sama pemberantasan korupsi antara KPK dengan Kejaksaan Agung
Cina. [6]
4. KESIMPULAN
Cina merupakan negara yang patut kita
contoh dalam keseriusannya memberantas korupsi, baik oleh swasta maupun
pemerintah dan politisi. Penegakan hukum yang keras dan “kejam” akan dapat
menakuti masyarakat lain yang mencoba untuk korupsi, seperti pepatah Cina: “Bunuhlah seekor ayam untuk menakuti seribu ekor kera”.
Namun bukan berarti proses pemberantasan korupsi menjadi tebang pilih ya.
Akan tetapi, bagaimanapun
juga demokrasi termasuk kebebasan pers, adalah pilar pokok pemberantasan
korupsi. Keinginan pemerintah Cina mempertahakan kekuasaan monolitik partai dan
tertutup, dengan alasan menghindari demokrasi gaya barat, tentu menjadi kontra
produktif dengan pemberantasan korupsi. Sebab tanpa melibatkan pers, rakyat,
dan organisasi masyarakat sipil dalam pengawasan, gerakan antikorupsi tidak
akan berjalan efektif dan akan selalu dipenuhi kepentingan politik.
DAFTAR
REFERENSI
[1] Cara Negara
Cina Memberantas Korupsi http://www.terindikasi.com/2012/05/cara-negara-cina-memberantas-korupsi.html#ixzz2a0VmD3j2
[2] Berantas Korupsi, Contoh Cina http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailopiniindex&kid=3&id=7620
[2] Berantas Korupsi, Contoh Cina http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailopiniindex&kid=3&id=7620
[3] China
Terus Update Upaya Pencegahan Korupsi http://internasional.rmol.co/read/2011/06/24/31036/China-Terus-Update-Upaya-Pencegahan-Korupsi-
[4] Korupsi
Indonesia Juara 2 Setelah Cina http://www.harianterbit.com/2013/05/13/korupsi-indonesia-juara-2-setelah-cina/
[5] China
Indonesia dan Korupsinya http://kisapoetra.blogspot.com/2011/07/china-indonesia-dan-korupsinya.html
[6] Indoneis
dan Cina Kerjasama Antikorupsi http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/06/25/moxf5x-indonesia-dan-cina-kerja-sama-antikorupsi
0 comments:
Posting Komentar