Jumat, 19 September 2014

Praktik Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Amerika Serikat

Abstrak – Amerika Serikat menempati posisi ke-20 Indeks Prestasi Korupsi (IPK) dari 163 negara yang disurvei. Amerika Serikat sendiri tak memiliki lembaga khusus yang menangani masalah korupsi. Semua kasus korupsi dilimpahkan ke polisi, Department of Justice (DOJ) yang bekerja sama dengan Securities of Exchange Commitee (SEC). Ditambah dengan adanya Undang-Undang Foreign Corrupt Practises Act (FCPA) dan Sarbanes Oaxley Act (SOA)  yang banyak mengatur tentang akuntansi forensik, audit dan internal control yang digunakan untuk mencegah dan mengungkap kasus korupsi. Undang-undang ini dapat menjerat seluruh warga negaranya, tak hanya yang tinggal di Amerika Serikat saja, namun juga dapat menjerat warga negaranya yang tinggal di negara lain, menjadikan Amerika Serikat negara yang cukup ketat melakukan berbagai pembatasan dan pencegahan tindak korupsi, penggelapan maupun penyuapan.Sayangnya dengan perijinan perusahaan berbentuk shell corporation agaknya menjadi sebuah bumerang bagi Amerika Serikat dalam memerangi korupsi, karena memberikan celah bagi warga negaranya maupun warga negara lain untuk melakukan pencucian uang dalam bentuk shell corporation ini.
Kata Kunci: pencegahan, praktik korupsi, Amerika Serikat

1.       PENDAHULUAN
Korupsi menjadi permasalahan yang ada di setiap negara, tak terkecuali Amerika Serikat. Negara ini memiliki banyak skandal penyuapan dan korupsi yang juga sangat besar, melibatkan politisi, pejabat pemerintah hingga perusahaan swasta maupun orang pribadi. Amerika Serikat sendiri tidak memiliki suatu lembaga khusus yang menangani pencegahan dan pemberantasan korupsi. Amerika Serikat “hanya” menggunakan beberapa undang-undang mengenai akuntansi dan akuntansi forensik untuk mencegah atau mengetahui adanya tindak penipuan, penyuapan, penggelapan dana dari pemerintah maupun perusahaan.

2.        LANDASAN TEORI
2.1     Metode Penelitian
Kajian untuk paper praktik pencegahan dan pemberantasan korupsi di Amerika Serikat ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.2   Amerika Serikat dan Persepsi Korupsinya
Negara Adidaya ini menempati posisi ke-20 Indeks Prestasi Korupsi (IPK) dari 163 negara yang disurvei. Dengan kemajuan teknologi dan transparansinya dalam birokrasi, menjadikan negara ini memiliki IPK yang cukup baik. Ditambah dengan Undang-Undang Foreign Corrupt Practises Act (FCPA) yang dapat menjerat seluruh warga negaranya, tak hanya yang tinggal di Amerika Serikat saja, namun juga dapat menjerat warga negaranya yang tinggal di negara lain, menjadikan Amerika Serikat negara yang cukup ketat melakukan berbagai pembatasan dan pencegahan tindak korupsi maupun penyuapan.

3.       PEMBAHASAN
3.1    Sejarah AntiKorupsi Amerika Serikat
Pencegahan kasus korupsi di Amerika sudah dimulai sejak tahun 1970-an ketika skandal Watergate terkuak dan diketahui oleh umum, sebagai sebuah masalah hukum yang berat. Bahkan, hasil dari US Securities dan Komisi Bursa investigasi pada pertengahan 1970-an, lebih dari 400 perusahaan AS mengakui melakukan pembayaran ilegal dan penyuapan lebih dari $ 300 juta untuk pejabat pemerintah, politisi, dan partai politik.  Salah satu contoh utama adalah skandal suap Lockheed, di mana para pejabat perusahaan kedirgantaraan Lockheed membayar pejabat asing untuk mendukung produk perusahaan mereka. Juga skandal Bananagate di mana Chiquita Brands telah menyuap Presiden Honduras pajak yang lebih rendah.[1]

Pencegahan kasus korupsi di Amerika tidak ada lembaga khusus yang menanganinya. Namun dalam hal pengungkapan kasus yang ada, dilakukan oleh Department of Justice (DOJ) bekerja sama dengan Securities and Exchange Commissions (SEC). Pemberantasan ini dilakukan karena adanya kemitraan bersama antara pemerintah dan pihak swasta. Hal ini berdampak besar sekali kepada kepatuhan dari perusahaan-perusahaan Amerika sehingga korupsi dapat di cegah. Dalam mekanisme kemitraan tersebut pemerintah Amerika Serikat akan membiarkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menindak pegawai-pegawai yang terlibat kasus korupsi dan pemerintah akan memberikan intensif bagi perusahaan yang berprestasi dalam pemberantasan korupsi.
Dalam mekanisme ini yang harus diperhatikan adalah perusahaan dituntut untuk menjalankan dan menerapkan UU FCPA. Tujuannya adalah mencegah terjadinya praktik suap dan pelaku yang terlibat korupsi tidak bisa melarikan diri. Hasilnya cukup bagus. Perusahaan bisa bergerak bebas dengan bijak jika terdapat masalah. Sudah banyak kasus suap yang berindikasi korupsi di bawa ke meja hijau dan para terdakwa tidak bisa lari dari jeratan hukum.



3.2    Foreign Corrupt Practises Act
 Kongres Amerika pada tahun 1977 mengeluarkan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA). UU ini ditandatangani oleh Jimmy Carter pada 19 Desember 1977, dan diubah pada 1998 oleh International Anti-Bribery Act tahun 1998 yang dirancang untuk melaksanakan konvensi antisuap dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan. FCPA ini bertujuan untuk memastikan: perilaku bisnis yang fair, akuntabilitas dan integritas di pemerintahan serta distribusi sumber daya ekonomi berbasis efisiensi dan kesetaraan. Sehingga, FCPA dapat memberikan sanksi pidana dan perdata atas penyuapan yang dilakukan oleh perusahaan/warga negara Amerika kepada pegawai/pejabat asing. [2]

Ada dua hal yang menjadi fokus FCPA, yaitu Peraturan anti penyuapan (melarang pembayaran, pemberian uang atau apapun yang bernilai kepada pegawai/pejabat asing untuk mendapatkan atau menjaga kelangsungan bisnis) dan peraturan accounting (perusahaan yang terdaftar di Securities Exchange Commission (SEC), semacam BEI di Indonesia, harus mempunyai sistem kontrol dan pencatatan yang benar atas akuntansinya). [2]

Dalam FCPA terdapat perbedaan antara terminologi bribery (penyuapan) yang dilarang dan facilitation or grease payments (uang pelicin) yang dibolehkan. Perbedaannya ialah uang pelicin diberikan kepada pegawai/pejabat asing untuk mempercepat pelayanan yang memang sudah menjadi hak dari pihak pemberi. Sementara kalo penyuapan adalah pemberian untuk sesuatu yang sebenarnya pihak pemberi tidak berhak mendapatkannya. Bagi perusahaan yang melanggar, FCPA dapat mengenakan denda hingga 2 juta dolar atau 2 kali nilai laba perusahaan. Sedangkan bagi perseorangan, FCPA  dapat mengenakan denda 100 ribu dolar dan hukuman penjara sampai 5 tahun.  
3.3   Undang-Undang Lain yang Terkait
Selain FCPA, terdapat beberapa ndang-undang lain yang secara tidak langsung turut menyumbang pemberantasan dan pencegahan korupsi, terutama antara sektor swasta kepada pemerintah. Diantaranya ialah Sarbanes-Oxley Act (SOA) yang bertujuan menampilkan akuntansi perusahaan yang transparan dan mengembalikan kepercayaan investor pasca skandal akuntansi kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar di Amerika. SOA ini melakukan pengawasan serta mengatur secara rinci mengenai standar audit internal maupun eksternal perusahaan.

Manajer perusahaan juga wajib membuat laporan pernyataan kebenaran laporan keuangan. Jika kemudian hari diketahui tidak benar, manajer tersebut dapat dikenakan denda sampai US$5 juta dolar dan hukuman penjara sampai 10 tahun (SOA Section 302). SOA juga mengatur perlindungan terhadap whistle blower, orang yang melaporkan terjadinya fraud, korupsi, atau miss-management suatu perusahaan. SOA dapat mengenakan sanksi kriminal atas perusahaan yang menghukum whistle blower dengan cara apapun.[3]

3.4   Keberhasilan Amerika Serikat Memberantas Korupsi
Di Amerika Serikat penanganan kasus korupsi sangat ketat karena siapa pun dapat di seret ke meja hijau tanpa pandang bulu. Hukuman terlama adalah 15 tahun dan denda yang cukup besar. Proses investigasi di perbanyak dan diperdalam, peran masyarakat luas juga sangat besar, mereka dilibatkan dan kemarahan warga dapat menetapkan kebijakan baru. Media juga mempunyai peran penting dalam memberikan informasi penting kepada publik, sehingga publik dapat mengetahui permasalahan yang terjadi. Hal yang penting harus diperhatikan adalah intervensi politik harus dijauhkan untuk proses penegakan hukum.

Dalam perjalanannya, sudah banyak sekali perusahaan yang terjerat UU FPCA ini, diantaranya ialah Walmart, BAE Systems, Baker Hughes, Daimler AG, Halliburton, KBR, Lucent Technologies, Monsanto, Siemens, Titan Corporation, Triton Energy Limited, Avon Products, dan Invision Technologies. Contohnya ialah,  pada September 2005 mantan eksekutif Walmart de Meksiko telah membayar suap kepada pejabat di seluruh Meksiko untuk mendapatkan izin konstruksi.

Mantan Wakil Demokrat dari Louisiana, William J. Jefferson, didakwa dengan melanggar UU FCPA dengan menyuap pemerintah Afrika untuk kepentingan bisnis. Sebuah perusahaan perlaan komputer pun juga terjerat UU FCPA ini, yaitu Hewlett Packard yang membayar sekitar $ 10.900.000 uang suap antara 2004 dan 2006 kepada Jaksa Agung Rusia "untuk memenangkan kontrak € 35juta dolar untuk memasok peralatan komputer di seluruh Rusia. Pada tahun 2008, Siemens AG membayar $ 450 juta denda karena melanggar FCPA. Ini adalah salah satu hukuman terbesar yang pernah dikumpulkan oleh Department of Justice (DOJ) untuk kasus FCPA.[4]         

Kasus lain yang terjadi di tahun 2012 kemarin, diantaranya Smith & Nephew, yang membayar US$ 22,2 juta kepada DOJ dan SEC, dan bizjet iInternational and Support Inc, yang membayar US $ 11.800.000 kepada DOJ untuk penyuapan pejabat pemerintah asing. Kedua perusahaan menandatangani perjanjian penuntutan ditangguhkan. Pada bulan Maret 2012, Biomet Inc membayar denda pidana $ AS 17,3 juta untuk menyelesaikan tuduhan pelanggaran FCPA dan US $ 5,5 juta di disgorgement keuntungan dan pra-penghakiman bunga kepada SEC.

3.5   Shell Corporation di Amerika Serikat : Kontraproduktif dengan Usaha AntiKorupsi
Meski Amerika Serikat terbilang cukup ketat mengawal warga negaranya untuk tidak bertindak korupsi melalui undang-undangnya, akan tetapi Amerika Serikat justru menjadi negara tujuan money laundering penyembunyian harta ilegal seseorang, termasuk dari kegiatan korupsi. Salah satunya yaitu melalui perusahaan yang tak jelas aset dan operasinya, biasa disebut shell corporation.       Bahkan riset suatu akademi, menyebutkan Amerika Serikat adalah tempat termudah untuk mendirikan shell corporation. Memang dalam UU Amerika Serikat mengizinkan pembentukan perusahaan tanpa mengungkapkan pemilik sebenarnya. Jadilah suatu hal yang sangat kontraproduktif, meski sering mengecam korupsi di mana-mana, negeri yang mengaku sebagai Hansip Dunia ini justru menjadi surga shell corporation dunia.

Salah satu lokasinya adalah di Fernley, Nevada. Di kawasan ini ada seorang pengusaha bernama Robert Harris, 65, yang mengaku sebagai bekas bartender dan hanya lulusan kelas VIII atau kelas II SMP. Rumahnya itu juga merupakan alamat sekitar 24.000 perusahaan di Nevada. Dengan hanya membayar USD174, Harris akan membuatkan sebuah perusahaan pribadi di Nevada dan ia memberikan fasilitas kantor virtual di rumahnya tersebut. Dan, dia berjanji tak akan banyak bertanya tentang perusahaan klien maupun dari mana dananya diperoleh. Dan masih banyak ribuan orang lainnya di Amerika Serikat yang berprofesi seperti Harris, jasa layanan membantu pendirian perusahaan secara legal berikut jasa kantor virtual beserta layanan mengangkat telepon.[5]

Aparat berwenang federal Amerika Serikat menyatakan, penjual senjata Viktor Bout mendanai operasiteroris dan jasa pembunuhan lewat selusin shell corporation-nya yang dibentuk di Texas, Delaware, dan Florida. Menteri Pertanian dan Kehutanan Equatorial Guinea, Teodoro Nguema Obiang Mangue menggunakan lima shell corporation di Amerika Serikat untuk menimbun harta yang didapat dari suap dan korupsi.

Masyarakat pun mendesak parlemen untuk membuat revisi RUU tentang pencucian uang. Sayangnya RUU ini terganjal di komisi, karena mendapat tentangan kuat dari kelompok bisnis, termasuk Kamar Dagang AS. Alasannya, informasi mengenai kepemilikan perusahaan sudah ada di IRS, walaupun pada faktanya, sangat sulit mendapatkan data dari IRS karena termasuk dokumen rahasia mereka.

3.6   Kerjasama Bilatera Indonesia-Amerika Serikat tentang AntiKorupsi
  Kerjasama kedua belah pihak ini dalam memerangi korupsi terjadi pada saat penandatanganan nota kesepahaman pada November 2008 oleh Ketua KPK saat itu, Antasari Azhar dengan Wakil Direktur FBI, John Pistole 2008 di Kantor KPK Jl.HR Rasuna Said Kav C-1, Kuningan, Jakarta Selatan. Kerjasama ini mencakup: mengembangkan dan mengimplementasikan program pemberantasan korupsi, tukar informasi dan pengalaman penanganan tindak pidana korupsi dengan berbagai modus operandinya; menyelenggarakan pelatihan, kursus, dan pertukaran ahli dalam hal intelejen dan investigasi; serta menyediakan bimbingan teknis dalam berbagai aktivitas operasional.    

4.        KESIMPULAN
 Meskipun Amerika Serikat merupakan negara yang maju dan kuat, namun te permasalahan korupsi tetaplah menjadi ancaman. Sejarah mencatat, Amerika mulai giat memerangi korupsi ketika terjadi bermacam skandal pada tahun 1970-an, diantaranya skandal Watergate. Meskipun begitu, Amerika Serikat sendiri tak memiliki lembaga khusus yang menangani masalah korupsi. Semua kasus korupsi dilimpahkan ke polisi, Department of Justice (DOJ) yang bekerja sama dengan Securities of Exchange Commitee (SEC). Terkadang juga mencari data di Internal Service Revenue (IRS).

Adapun peraturan yang dipakai untuk menjerat kasus korupsi diantaranya ialah Foreign Corrupt Practises Act (FCPA) dan Sarbanes Oaxley Act (SOA)  yang banyak mengatur tentang akuntansi forensik, audit dan internal control yang digunakan untuk mencegah dan mengungkap kasus korupsi. UU ini dapat menjerat seluruh warga negaranya, tak hanya yang tinggal di Amerika Serikat saja, namun juga yang tinggal di negara lain, menjadikan Amerika Serikat negara yang cukup ketat melakukan berbagai pembatasan dan pencegahan tindak korupsi, penggelapan maupun penyuapan. Sayangnya dengan perijinan perusahaan berbentuk shell corporation agaknya menjadi sebuah bumerang bagi Amerika Serikat dalam memerangi korupsi, karena memberikan celah bagi warga negaranya maupun warga negara lain untuk

melakukan pencucian uang dalam bentuk shell corporation ini.
Dengan sudah ditandatanganinya perjanjian bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam memerangi korupsi, dapat menjadi bahan untuk bertukar informasi, penanganan korupsi, serta pertukaran ahli maupun pelatihan antar kedua negara, diharapkan agar menjadikan negaranya lebih bersih adri korupsi, tak hanya menerapkan good governance namun juga clean governance.


REFERENSI
[1] Pencegahan Kasus Korupsi di Amerika Serikat Septo Note Team Double S http://septosuhanda.wordpress.com/2012/11/06/pencegahan-kasus-korupsi-di-amerika-serikat-septo-note-team-double-s/, diakses pada tanggal 30 Agustus 2013
[2]   An overview: United States of Department of Justice http://www.justice.gov/criminal/fraud/fcpa/ diakses pada tanggal 28 Agustus 2013
[4]   Peraturan atau Undang-Undang Terkait Fraud dan Korupsi : FCPA http://mukhsonrofi.wordpress.com/2008/09/17/peraturan-atau-undang-undang-terkait-fraud-dan-korupsi-fcpa/ diakses pada tanggal 29 Agustus 2013
 [5]  Amerika Surga Koruptor Kelas Kakap http://www.islamtimes.org/vdcb8gb8srhbawp.qnur.txt diakses pada tanggal 29 Agustus 2013

0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...