Septiana Kurniawati
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
Dalam
kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk, pemerintah mengeluarkan 4 Paket
Kebijakan Ekonomi pada bulan November, dan kembali mengeluarkan Paket Kebijakan
Ekonomi Tahap II karena dinilai paket kebijakan awal belum mampu sepenuhnya
mengatasi masalah yang ada. Salah satu poin dalam paket kebijakan itu ialah
pemberian stimulus fiskal pada pelaku ekonomi agar dapat mengatasi defisit
neraca perdagangan serta menahan gempuran barang impor dari luar negeri.
Langkah yang diambil Kementrian Keuangan ialah dengan melakukan revisi atas PPh
Pasal 22 Impor dan revisi atas fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor.
Diharapkan dengan adanya dua revisi tersebut, dapat kembali menggairahkan
ekonomi dalam negeri, mengatasi defisit neraca perdagangan yang selanjutnya akan
menurunkan kurs rupiah terhadap USDolar yang telah menembus level Rp 12.000.
Kata kunci: Stimulus Fiskal, PPh Pasal
22 Impor, KITE
1. PENDAHULUAN

2. LANDASAN
TEORI
2.1 Metode Penelitian
Kajian untuk paper Seminar Keuangan Publik yang mengambil
tema penerimaan pemerintah ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan
dan pencarian data melalui internet.
2.2
Pengertian Pajak dan Jenisnya
Sesuai
dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 ayat 1,
disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Secara umum,
pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak
Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat
yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh DJP di bawah Kementrian Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik
di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Adapun
beberapa jenis pajak yang dikelola oleh DJP ialah PPh, PPN, PPnBM, PBB dan Bea
Materai. Untuk PPh sendiri, terbagi dalam beberapa tipe sesuai karakteristiknya
masing-masing, diantara yaitu PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23. Selain
berfungsi sebagai penerimaan, pajak juga berfungsi sebagai “reguleren” atau
kontrol perilaku sosial dalam masyarakat dan sebagai salah satu instrumen
kebijakan fiskal dalam menyikapi perekonomian di Indonesia.
3.
PEMBAHASAN
3.1 Kondisi Perekonomian Indonesia Saat Ini
Tahun 2013
ini Indonesia mengalami “prahara” ekonomi yang cukup “mencekam”. Hampir semua
aspek ekonomi kita anjlok. Diantaranya nilai kurs Rupiah yang hingga saat ini
mencapai level Rp 12.000 terhadap nilai USDolar; kenaikan inflasi yang teramat
tinggi hingga mencapai 8,37% pada akhir November ini; peningkatan BI Rate
secara signifikan dari 6,00% mencapai nilai 7,5% pada bulan November; hingga
defisit neraca perdagangan yang semakin meningkat menembus level USD 6 miliar
yang terbesar sepanjang sejarah.
Untukmenyikapi
‘rapor merah’ ini, pemerintah mengeluarkan 4 paket kebijakan ekonomi pada bulan
November 2013, yakitu: 1) Memperbaiki defisit tanksaksi berjalan dan nilai
tukar rupiah terhadap dolar; 2) menjaga pertumbuhan ekonomi; 3) Menjaga daya
beli masyarakat dengan menjaga gejolak harga dan inflasi; 4) mempercepat
investasi.[1]
Tak hanya
itu, pemerintah sebulan kemudian juga mengeluarkan paket kebijakan ekonomi
tahap II yang akan mulai dilaksanakan tahun 2014. Selain menyikapi kondisi
perekonomian Inodnesia yang memanas, juga untuk meningkatkan kemudahan berusaha
bagi para pelaku ekonomi. Terdapat 17 poin dalam paket kebijakan tersebut, yaitu
dalam memulai usaha; pembayaran pajak dan asuransi; penyelesaian perkara perdata perjanjian dan kepailitan; Pencatatan
kepemilikan hak atas tanah dan bangunan; perizinan terkait pendirian bangunan; dan Perkreditan oleh Bank Indonesia.[2]
3.2 Langkah Yang
Diambil Sektor Perpajakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi
Dalam paket kebijakan ekonomi jilid II tersebut, pajak
memiliki peran penting dalam peningkatan ekspor dan investasi serta
mempengaruhi meraca pembayaran. Setidaknya akan terdapat 2 aturan KMK baru sebagai
stimulus fiskal perekonomian, yakni: revisi Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor (KITE) dan PPh Pasal 22 Impor.
3.2.1 Revisi
Fasilitas KITE
Adapun untuk Fasilitas KITE, pokok-pokok kebijakan
yang mengalami perubahan dapat digolongkan dalam dua kelompok, yakni pada
penambahan jenis insentif fiskal, kebijakan kemudahan di bidang perijinan,
perluasan objek serta pelayanan fasilitas KITE.
Pada penambahan jenis insentif fiskal, perubahan
kebijakan di bidang fiskal yakni atas fasilitas pembebasan yang sebelumnya
hanya mendapatkan fasilitas bebas bea masuk, saat ini ditambah dengan fasilitas
PPN dan PPnBM tidak dipungut.[3]
Sementara itu pada kebijakan kemudahan di bidang
perijinan serta pelayanan fasilitas KITE meliputi penyederhanaan persyaratan
dan penerapan otomasi dalam pengajuan perijinan untuk memperoleh fasilitas
pembebasan atau pengembalian. Selain itu penyederhanaan proses mengimpor barang
KITE bersama-sama dengan barang impor non KITE serta mengekspor barang KITE
bersama-sama dengan barang ekspor perusahaan KITE lainnya.[3]
Sedangkan pada perluasan objek fasilitas yakni meliputi
semua bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk proses produksi dalam
rangka ekspor sehingga dapat mengurangi biaya produksi perusahaan. Kemudahan
perubahan lokasi penimbunan atau pembongkaran dengan menyampaikan pemberitahuan
kepada DJBC melalui media elektronik. Laporannya pun menjadi hanya sekali dalam
masa pembebasan dari sebelumnya yang setiap 6 bulan sekali.[3]
3.2.2 Revisi PPh
Pasal 22 atas Impor Barang Tertentu
PMK PPh Pasal 22 Impor terbaru mengatur sebanyak 872 produk
(870 barang konsumsi dan dua barang modal) dikenakan PPh sebesar 7,5% atau naik
dari yang sebelumnya hanya 2,5%. Barang tersebut dikelompokkan dalam 4 jenis,
yakni elektronika dan HP; kendaraan bermotor (kecuali kendaraan CKD/IKD, Hibrid
Listrik dan kendaraan berpenumpang lebih dari 10); fashion (tas, baju, alas
kaki, perhiasan, parfum) dan jenis furnitur, perlengkapan rumah tangga dan
mainan.[4]
3.3 Peran Revisi
PMK tersebut dalam Membantu Pemulihan Perekonomian Saat Ini
Dapat
dilihat bahwa penerbitan 2 KMK tersebut sebagai reaksi lanjut atas defisit
neraca perdagangan, kenaikan tingkat inflasi saat ini serta nilai kurs Rupiah
terhadap USDolar yang terus melemah.. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan
oleh arus impor yang sangat besar, terutama di sektor migas yang tak diimbangi
dengan ekspor barang ke luar negeri. Dengan melemahnya defisit neraca
perdagangan, akhirnya berimbas kepada pelemahan Rupiah terhadap USDolar. Sehingga
pemerintah, melalui DJP menetapkan bermacam kemudahan dalam melakukan ekspor
dan membatasi impor agar menjadikan stimulus para pelaku ekonomi untuk
meningkatkan ekspor dan membatasi pembelian barang konsumtif dari luar negeri
sehingga mampu menggerakkan perekonomian dalam negeri dan menurunkan tingkat
inflasi.
Dalam revisi Fasilitas KITE, hal yang sangat mencolok
ialah penghapusan PPN dan PPnBM bagi barang yang tergolong barang impor untuk
tujuan ekspor. Tentu saja hal ini akan memberikan stimulus pada pelaku ekonomi
untuk menaikkan produktivitas, karena mereka tidak lagi menyisihkan uang untuk
membayar pajak atas barang yang diimpor tersebut, lalu kemudian melakukan
restitusi ketika barang tersebut diekspor kembali, dengan proses restitusi dapat
mencapai 6 bulan lamanya. Bahkan, bahan baku dan bahan penolong yang digunakan
untuk proses produksi dalam rangka ekspor juga dapat mengurangi biaya produksi
perusahaan sehingga dapat dibebankan pada PPh Badan perusahaan bersangkutan.
Revisi Fasilitas KITE ini dilakukan sebagai langkah cepat pemerintah dalam
menghadapi keadaan force majeur di
tengah kelesuan ekonomi global dan kondisi ekonomi Indonesia yang melemah.
Sedangkan
dalam revisi PPh Pasal 22 Impor, kenaikan tarif sebesar 5% dari tarif
sebelumnya, bertujuan untuk mengerem laju impor barang dan konsumsi masyarakat
atas barang sekunder maupun tersier. Karena jika kita amati lebih lanjut, sebanyak
872 produk tersebut memiliki kriteria khusus. Pertama adalah bukan barang yang
digunakan untuk industri dalam negeri dan kedua adalah barang konsumtif dengan
nilai impor yang signifikan dan tidak memberikan dampak inflasi. Sehingga
diharapkan dengan revisi ini dapat menjaga produktivitas industri dalam negeri
dan mengembalikan posisi neraca perdagangan menjadi surplus.
Dengan
langkah ini, menurut penulis cara ini cukup efektif dalam menekan volume impor
barang. PPh Pasa 22 Impor tersebut akan dipungut ketika pelaku usaha akan
melakukan impor barang ke dalam negeri. Sehingga, PPh 22 Impor akan ditarik di
awal (bayar di muka) dan baru akan bisa dikreditkan pada akhir tahun. Sehingga
jika tarif PPh tersebut dinaikkan, otomatis pembayaran PPh ikut naik sementara
uang yang dimiliki terbatas, maka salah satu opsi yang dimiliki pengusaha ialah
mengurangi volume impornya. Dengan adanya pengurangan impor, dapat menghemat
devisa negara, sehingga pendapatan negara pun bertambah dan defisit neraca
perdagangan dapat teratasi.
Adapun
revisi ini akan efektif dilaksanakan pada Februari 2014. Aturan tersebut
menjadi salah satu keseriusan pemerintah dalam mengatasi barang impor yang
kurang penting (barang sekunder/tersier). Dan apabilan langkah pemerintah ini
berhasil, maka tidak mustahil jika neraca transaksi berjalan akan cepat
teratasi.
4.
KESIMPULAN
Dalam kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk,
pemerintah mengeluarkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi pada bulan November, dan
kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II pada Desember ini karena
dinilai paket kebijakan awal belum mampu sepenuhnya mengatasi masalah yang ada.
Salah satu poin dalam paket kebijakan itu ialah pemberian stimulus fiskal pada
pelaku ekonomi agar dapat mengatasi defisit neraca perdagangan serta menahan
gempuran barang impor dari luar negeri.
Langkah yang diambil Kementrian Keuangan ialah dengan
melakukan revisi atas PPh Pasal 22 Impor dan revisi atas fasilitas kemudahan
impor tujuan ekspor (KITE). Hal ini merupakan salah satu keseriusan pemerintah
untuk meningkatkan perekonomian dalam negeri serta mengatasi derasnya impor ke
dalam negeri. Diharapkan dengan adanya dua revisi tersebut, dapat kembali
menggairahkan ekonomi dalam negeri, mengatasi defisit neraca perdagangan yang
selanjutnya akan menurunkan kurs rupiah terhadap USDolar yang telah menembus
level Rp 12.000. Selain itu,
juga diperlukan sinergi dari kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi hal
saat ini, sehingga masalah dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
REFERENSI
[1] Pemerintah Umumkan 4 Paket Kebijakan Penyelamatan
Ekonomi Nasional http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-umumkan-4-paket-kebijakan-penyelamatan-ekonomi-nasional/1735559.html
diakses tanggal 11 Desember 2013
[2] Pemerintah Rilis Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II
Apa Isinnya? http://bisnis.liputan6.com/read/729889/pemerintah-rilis-paket-kebijakan-ekonomi-tahap-ii-apa-isinya
diakses pada tanggal 11 Desember 2013
[3] Dua Pokok Kebijakan KITE Ikut Direvisi http://www.infobanknews.com/2013/12/dua-pokok-kebijakan-kite-ikut-direvisi/
diakses pada tanggal 11 Desember 2013
[4] Mulai Januari 2014, Pemerintah Naikkan PPh Impor
Kendaraan Hingga Ponsel http://finance.detik.com/read/2013/12/09/134226/2436446/4/mulai-januari-2014-pemerintah-naikkan-pph-impor-kendaraan-hingga-ponsel
diakses tanggal 11 Desember 2013
0 comments:
Posting Komentar