Rabu, 18 Desember 2013

Peran PPh Pasal 22 Impor dan Revisi Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) sebagai Stimulus Fiskal dalam Pemulihan Perekonomian Saat Ini


Septiana Kurniawati
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com

Abstrak
Dalam kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk, pemerintah mengeluarkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi pada bulan November, dan kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II karena dinilai paket kebijakan awal belum mampu sepenuhnya mengatasi masalah yang ada. Salah satu poin dalam paket kebijakan itu ialah pemberian stimulus fiskal pada pelaku ekonomi agar dapat mengatasi defisit neraca perdagangan serta menahan gempuran barang impor dari luar negeri. Langkah yang diambil Kementrian Keuangan ialah dengan melakukan revisi atas PPh Pasal 22 Impor dan revisi atas fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor. Diharapkan dengan adanya dua revisi tersebut, dapat kembali menggairahkan ekonomi dalam negeri, mengatasi defisit neraca perdagangan yang selanjutnya akan menurunkan kurs rupiah terhadap USDolar yang telah menembus level Rp 12.000.           

Kata kunci: Stimulus Fiskal, PPh Pasal 22 Impor, KITE


1.      PENDAHULUAN
Pajak selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, juga berperan sebagai kontrol sosial dan perilaku ekonomi. Dalam kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk, pemerintah mengeluarkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi pada bulan November, dan kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II pada Desember ini karena dinilai paket kebijakan awal belum mampu sepenuhnya mengatasi masalah yang ada. Salah satu poin dalam paket kebijakan itu ialah pemberian stimulus fiskal pada pelaku ekonomi agar dapat mengatasi defisit neraca perdagangan serta menahan gempuran barang impor dari luar negeri. Langkah yang diambil Kementrian Keuangan ialah dengan melakukan revisi atas PPh Pasal 22 Impor dan revisi atas fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor. Diharapkan dengan adanya dua revisi tersebut, dapat kembali menggairahkan ekonomi dalam negeri, mengatasi defisit neraca perdagangan yang selanjutnya akan menurunkan kurs rupiah terhadap USDolar yang telah menembus level Rp 12.000.

2.      LANDASAN TEORI
2.1    Metode Penelitian
Kajian untuk paper Seminar Keuangan Publik yang mengambil tema penerimaan pemerintah ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.2    Pengertian Pajak dan Jenisnya
Sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh DJP di bawah Kementrian Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Adapun beberapa jenis pajak yang dikelola oleh DJP ialah PPh, PPN, PPnBM, PBB dan Bea Materai. Untuk PPh sendiri, terbagi dalam beberapa tipe sesuai karakteristiknya masing-masing, diantara yaitu PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23. Selain berfungsi sebagai penerimaan, pajak juga berfungsi sebagai “reguleren” atau kontrol perilaku sosial dalam masyarakat dan sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal dalam menyikapi perekonomian di Indonesia.

3.      PEMBAHASAN
3.1   Kondisi Perekonomian Indonesia Saat Ini
Tahun 2013 ini Indonesia mengalami “prahara” ekonomi yang cukup “mencekam”. Hampir semua aspek ekonomi kita anjlok. Diantaranya nilai kurs Rupiah yang hingga saat ini mencapai level Rp 12.000 terhadap nilai USDolar; kenaikan inflasi yang teramat tinggi hingga mencapai 8,37% pada akhir November ini; peningkatan BI Rate secara signifikan dari 6,00% mencapai nilai 7,5% pada bulan November; hingga defisit neraca perdagangan yang semakin meningkat menembus level USD 6 miliar yang terbesar sepanjang sejarah.
Untukmenyikapi ‘rapor merah’ ini, pemerintah mengeluarkan 4 paket kebijakan ekonomi pada bulan November 2013, yakitu: 1) Memperbaiki defisit tanksaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar; 2) menjaga pertumbuhan ekonomi; 3) Menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga gejolak harga dan inflasi; 4) mempercepat investasi.[1]
Tak hanya itu, pemerintah sebulan kemudian juga mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap II yang akan mulai dilaksanakan tahun 2014. Selain menyikapi kondisi perekonomian Inodnesia yang memanas, juga untuk meningkatkan kemudahan berusaha bagi para pelaku ekonomi. Terdapat 17 poin dalam paket kebijakan tersebut, yaitu dalam memulai usaha; pembayaran pajak dan asuransi; penyelesaian perkara perdata perjanjian dan kepailitan; Pencatatan kepemilikan hak atas tanah dan bangunan; perizinan terkait pendirian bangunan; dan  Perkreditan oleh Bank Indonesia.[2]

3.2  Langkah Yang Diambil Sektor Perpajakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi
Dalam paket kebijakan ekonomi jilid II tersebut, pajak memiliki peran penting dalam peningkatan ekspor dan investasi serta mempengaruhi meraca pembayaran. Setidaknya akan terdapat 2 aturan KMK baru sebagai stimulus fiskal perekonomian, yakni: revisi Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan PPh Pasal 22 Impor.
3.2.1  Revisi Fasilitas KITE
Adapun untuk Fasilitas KITE, pokok-pokok kebijakan yang mengalami perubahan dapat digolongkan dalam dua kelompok, yakni pada penambahan jenis insentif fiskal, kebijakan kemudahan di bidang perijinan, perluasan objek serta pelayanan fasilitas KITE.
Pada penambahan jenis insentif fiskal, perubahan kebijakan di bidang fiskal yakni atas fasilitas pembebasan yang sebelumnya hanya mendapatkan fasilitas bebas bea masuk, saat ini ditambah dengan fasilitas PPN dan PPnBM tidak dipungut.[3]
Sementara itu pada kebijakan kemudahan di bidang perijinan serta pelayanan fasilitas KITE meliputi penyederhanaan persyaratan dan penerapan otomasi dalam pengajuan perijinan untuk memperoleh fasilitas pembebasan atau pengembalian. Selain itu penyederhanaan proses mengimpor barang KITE bersama-sama dengan barang impor non KITE serta mengekspor barang KITE bersama-sama dengan barang ekspor perusahaan KITE lainnya.[3]
Sedangkan pada perluasan objek fasilitas yakni meliputi semua bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk proses produksi dalam rangka ekspor sehingga dapat mengurangi biaya produksi perusahaan. Kemudahan perubahan lokasi penimbunan atau pembongkaran dengan menyampaikan pemberitahuan kepada DJBC melalui media elektronik. Laporannya pun menjadi hanya sekali dalam masa pembebasan dari sebelumnya yang setiap 6 bulan sekali.[3]
3.2.2  Revisi PPh Pasal 22 atas Impor Barang Tertentu
PMK PPh Pasal 22 Impor terbaru mengatur sebanyak 872 produk (870 barang konsumsi dan dua barang modal) dikenakan PPh sebesar 7,5% atau naik dari yang sebelumnya hanya 2,5%. Barang tersebut dikelompokkan dalam 4 jenis, yakni elektronika dan HP; kendaraan bermotor (kecuali kendaraan CKD/IKD, Hibrid Listrik dan kendaraan berpenumpang lebih dari 10); fashion (tas, baju, alas kaki, perhiasan, parfum) dan jenis furnitur, perlengkapan rumah tangga dan mainan.[4]

3.3  Peran Revisi PMK tersebut dalam Membantu Pemulihan Perekonomian Saat Ini
Dapat dilihat bahwa penerbitan 2 KMK tersebut sebagai reaksi lanjut atas defisit neraca perdagangan, kenaikan tingkat inflasi saat ini serta nilai kurs Rupiah terhadap USDolar yang terus melemah.. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan oleh arus impor yang sangat besar, terutama di sektor migas yang tak diimbangi dengan ekspor barang ke luar negeri. Dengan melemahnya defisit neraca perdagangan, akhirnya berimbas kepada pelemahan Rupiah terhadap USDolar. Sehingga pemerintah, melalui DJP menetapkan bermacam kemudahan dalam melakukan ekspor dan membatasi impor agar menjadikan stimulus para pelaku ekonomi untuk meningkatkan ekspor dan membatasi pembelian barang konsumtif dari luar negeri sehingga mampu menggerakkan perekonomian dalam negeri dan menurunkan tingkat inflasi.
Dalam revisi Fasilitas KITE, hal yang sangat mencolok ialah penghapusan PPN dan PPnBM bagi barang yang tergolong barang impor untuk tujuan ekspor. Tentu saja hal ini akan memberikan stimulus pada pelaku ekonomi untuk menaikkan produktivitas, karena mereka tidak lagi menyisihkan uang untuk membayar pajak atas barang yang diimpor tersebut, lalu kemudian melakukan restitusi ketika barang tersebut diekspor kembali, dengan proses restitusi dapat mencapai 6 bulan lamanya. Bahkan, bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk proses produksi dalam rangka ekspor juga dapat mengurangi biaya produksi perusahaan sehingga dapat dibebankan pada PPh Badan perusahaan bersangkutan. Revisi Fasilitas KITE ini dilakukan sebagai langkah cepat pemerintah dalam menghadapi keadaan force majeur di tengah kelesuan ekonomi global dan kondisi ekonomi Indonesia yang melemah.
Sedangkan dalam revisi PPh Pasal 22 Impor, kenaikan tarif sebesar 5% dari tarif sebelumnya, bertujuan untuk mengerem laju impor barang dan konsumsi masyarakat atas barang sekunder maupun tersier. Karena jika kita amati lebih lanjut, sebanyak 872 produk tersebut memiliki kriteria khusus. Pertama adalah bukan barang yang digunakan untuk industri dalam negeri dan kedua adalah barang konsumtif dengan nilai impor yang signifikan dan tidak memberikan dampak inflasi. Sehingga diharapkan dengan revisi ini dapat  menjaga produktivitas industri dalam negeri dan mengembalikan posisi neraca perdagangan menjadi surplus.
Dengan langkah ini, menurut penulis cara ini cukup efektif dalam menekan volume impor barang. PPh Pasa 22 Impor tersebut akan dipungut ketika pelaku usaha akan melakukan impor barang ke dalam negeri. Sehingga, PPh 22 Impor akan ditarik di awal (bayar di muka) dan baru akan bisa dikreditkan pada akhir tahun. Sehingga jika tarif PPh tersebut dinaikkan, otomatis pembayaran PPh ikut naik sementara uang yang dimiliki terbatas, maka salah satu opsi yang dimiliki pengusaha ialah mengurangi volume impornya. Dengan adanya pengurangan impor, dapat menghemat devisa negara, sehingga pendapatan negara pun bertambah dan defisit neraca perdagangan dapat teratasi.          
Adapun revisi ini akan efektif dilaksanakan pada Februari 2014. Aturan tersebut menjadi salah satu keseriusan pemerintah dalam mengatasi barang impor yang kurang penting (barang sekunder/tersier). Dan apabilan langkah pemerintah ini berhasil, maka tidak mustahil jika neraca transaksi berjalan akan cepat teratasi.

4.      KESIMPULAN
Dalam kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk, pemerintah mengeluarkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi pada bulan November, dan kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II pada Desember ini karena dinilai paket kebijakan awal belum mampu sepenuhnya mengatasi masalah yang ada. Salah satu poin dalam paket kebijakan itu ialah pemberian stimulus fiskal pada pelaku ekonomi agar dapat mengatasi defisit neraca perdagangan serta menahan gempuran barang impor dari luar negeri.
Langkah yang diambil Kementrian Keuangan ialah dengan melakukan revisi atas PPh Pasal 22 Impor dan revisi atas fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Hal ini merupakan salah satu keseriusan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dalam negeri serta mengatasi derasnya impor ke dalam negeri. Diharapkan dengan adanya dua revisi tersebut, dapat kembali menggairahkan ekonomi dalam negeri, mengatasi defisit neraca perdagangan yang selanjutnya akan menurunkan kurs rupiah terhadap USDolar yang telah menembus level Rp 12.000.            Selain itu, juga diperlukan sinergi dari kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi hal saat ini, sehingga masalah dapat diatasi dengan cepat dan tepat.

REFERENSI
[1] Pemerintah Umumkan 4 Paket Kebijakan Penyelamatan Ekonomi Nasional http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-umumkan-4-paket-kebijakan-penyelamatan-ekonomi-nasional/1735559.html diakses tanggal 11 Desember 2013

[2] Pemerintah Rilis Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II Apa Isinnya? http://bisnis.liputan6.com/read/729889/pemerintah-rilis-paket-kebijakan-ekonomi-tahap-ii-apa-isinya diakses pada tanggal 11 Desember 2013

[3] Dua Pokok Kebijakan KITE Ikut Direvisi http://www.infobanknews.com/2013/12/dua-pokok-kebijakan-kite-ikut-direvisi/ diakses pada tanggal 11 Desember 2013

[4] Mulai Januari 2014, Pemerintah Naikkan PPh Impor Kendaraan Hingga Ponsel http://finance.detik.com/read/2013/12/09/134226/2436446/4/mulai-januari-2014-pemerintah-naikkan-pph-impor-kendaraan-hingga-ponsel diakses tanggal 11 Desember 2013

0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...