Septiana Kurniawati
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
Kebijakan
pemberian stimulus fiskal bagi perekonomian dilakukan Indonesia melalui APBN sebagai respon dalam meningkatkan perekonomian dan meminimalisasi
dampak krisis ekonomi global. Hal
ini dilakukan dengan menerapkan kebijakan anggaran defisit sejak tahun
2000, dengan batasan maksimal sebesar 3% dari total PDB tahun berjalan. Akan
tetapi, setelah satu dekade melaksanakan kebijakan tersebut, justru terjadi
defisit keseimbangan primer sejak tahun 2011 dan semakin meningkat hingga tahun
2013 sebesar Rp113,6 triliun. Selain itu kondisi perekonomian saat ini pun tak
kunjung membaik sejak dilanda krisis global. Sehingga kebijakan yang telah
diambil dalam APBN, belum optimal dalam memberikan stimulus fiskal dalam
perekonomian.
Agar pemerintah tak terbebani dengan pinjaman dari anggaran defisit yang
dijalankan, perlu adanya pengetatan kebijakan anggaran defisit, dengan menggunakan
SILPA pemerintah yang selalu surplus setiap tahunnya, meningkatkan kinerja
pemerintah dengan ukuran efektif dan efisien-bukan dengan ukuran penyerapan
anggaran-, mengurangi jumlah subsidi terutama subsidi energi yang membebani
APBN, meningkatkan tax ratio penerimaan pajak dan menegakkan UU Tipikor dan UU
TPPU sebagai langkah memperoleh kembali aset/harta negara yang ‘diselewengkan’
oleh koruptor.
Kata kunci: Anggaran Defisit; Stimulus Fiskal; Efektifitas Kebijakan
APBN
1.
PENDAHULUAN
Dalam rangka menerapkan kebijakan
fiskal, pemerintah Indonesia menyusun suatu anggaran yang merangkum
penerimaan dan pengeluarannya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diatur
dalam UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Seperti negara lainnya, kebijakan pemberian stimulus fiskal bagi perekonomian juga
dilakukan oleh Indonesia, melalui APBN tersebut, sebagai respon
dalam menyelamatkan perekonomian nasional, dan sekaligus meminimalisasi dampak
krisis ekonomi dan keuangan global, terutama terhadap masyarakat berpenghasilan
rendah. Hal ini dilakukan dengan menerapkan kebijakan anggaran defisit yang
dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan defisit
sendiri telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2000, sedangkan pada tahun
sebelumnya pemerintah menerapkan kebijakan APBN berimbang.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Penelitian
Kajian untuk
paper Seminar Keuangan Publik yang mengambil tema tentang defisit anggaran
dalam APBN ini dilakukan melalui observasi kepustakaan dan pencarian data
melalui internet.
2.2 Jenis Kebijakan Anggaran dalam APBN di Indonesia
APBN yang disusun pemerintah setiap tahun dapat
dimanfaatkan untuk menentukan kebijakan anggaran (fiskal) yang disesuaikan
dengan kondisi perekonomian suatu negara. Kebijakan anggaran yang dianut
Indonesia ialah:
a. Anggaran
Seimbang: anggaran yang disusun dengan pendapatan totalnya sama/seimbang dengan
pengeluaran totalnya. Tujuannya untuk memelihara stabilitas ekonomi dan
mencegah terjadinya defisit.
b. Anggaran
Dinamis: anggaran yang selalu meningkat dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.
Selain itu diusahakan meningkatkan pendapatan dan penghematan dalam
pengeluarannya, sehingga dapat meningkatkan tabungan pemerintah untuk
kemakmuran masyarakat.
c. Anggaran
Defisit: anggaran dengan pengeluaran Negara lebih besar daripada penerimaan negara.
Intinya, penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan tidak mencukupi untuk
membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain, defisit APBN
terjadi apabila pemerintah harus meminjam dari bank sentral atau harus mencetak
uang baru untuk membiayai pembangunannya.
d. Anggaran
Surplus: anggaran dengan penerimaan negara lebih besar daripada pengeluaran.
Kebijakan ini dijalankan bila keadaan ekonomi sedang dilanda inflasi (kenaikan
harga secara terus-menerus), sehingga anggaran harus menyesuaikan kenaikan
harga barang atau jasa.[1]
3.
PEMBAHASAN
3.1 Penerapan Kebijakan Anggaran Defisit APBN di Indonesia
APBN,
sebagaimana telah diatur dalam UU No 17 Tahun 2003, memiliki beberapa fungsi
yakni fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,distribusi dan
stabilisasi. Struktur
APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan
primer, surplus/defisit, dan pembiayaan.
Sejak tahun
anggaran 2000, Indonesia telah mengubah komposisi APBN dari Taccount
menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, yakni Government
Finance Statistics (GFS). Selain itu, di
tahun 2000 juga terjadi perubahan kebijakan, dimana anggaran seimbang tak lagi
dipakai namun dirubah menjadi kebijakan defisit anggaran dan masih
diaplikasikan hingga sekarang.
Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit
anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan
umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan
dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga sedangkan keseimbangan umum ialah
total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
Berikut data defisit anggaran APBN Pemerintah yang
berhasil diolah penulis, diambil dari data laporan keuangan pemerintah dan APBN
pada tahun terkait.
Tahun
|
Jumlah Defisit anggaran
|
% terhadap PDB
|
2009 (Realisasi)
|
Rp 88,6 Triliun
|
1,58%
|
2010 (Realisasi)
|
Rp 46,8 triliun
|
0,73%
|
2011 (Realisasi)
|
Rp 84,4 triliun
|
1,14%
|
2012 (Realisasi)
|
Rp 190,1 triliun
|
2,23%
|
2013 (APBNP)
|
Rp 224,2 triliun
|
2,38%
|
2014 (APBN)
|
Rp 175,4 triliun
|
1,69%
|
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggaran
defisit cenderung naik tiap tahunnya, namun jika dibandingkan dengan Produk
Domestik Bruto, nilainya fluktuatif dari 0,73% hingga mencapai 2,38% pada tahun
2013 lalu. Adapun aturan maksimal jumlah defisit anggaran dalam APBN, diatur
dalam UU No 17 Tahun 2003 di Pasal 12 ayat 3 bahwa defisit anggaran dibatasi
maksimla 3% dari PDB, dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari PDB.
3.2 Analisis Kondisi Defisit Anggaran Indonesia Saat Ini
Menurut
Dornbush (1997) defisit anggaran pemerintah merupakan suatu hal yang normal. Yang penting adalah sebarapa lama angaran
pemerintah akan menjadi surplus kembali. Secara umum surplus akan dicapai pada
tahun-tahun boom dan defisit dapat terjadi pada tahun-tahun resesi. Ketika
perekonomian mengalami resesi atau tumbuh lambat, mungkin pajak dapat dikurangi
dan pengeluaran pemerintah ditambah agar dapat meningktkan output dan pertumbuhan ekonomi.[2]
Namun di sisi lain, kenaikan pengeluaran
pemerintah dapat menghambat laju invetasi. Crowding Out terjadi ketika
kebijakan fiskal ekspansioner menyebabkan suku bunga naik sehingga mengurangi
pengeluaran swasta terutama investasi swasta. Dornbush (1997) mengajukan tiga poin penting dalam menghadapi
hal ini. Pertama, pada kondisi ekspansi fiskal yang
meningkatkan permintaan, maka perusahaan dapat diminta merekrut lebih banyak
pekerja untuk meningkatkan output mereka. Kedua kenaikan permintaan aggregat
akan menaikkan pendapatan dan selanjutnya dapat meningkatkan tabungan. Ekspansi
tabungan ini dapat membiayai defisit anggaran tanpa menyentuh pengeluaran
swasta. Ketiga selama ekspansi fiskal, penawaran uang dinaikkan oleh otoritas
moneter agar mencegah kenaikan suku bunga.
Menurut Efendi (2009), terdapat beberapa
alasan mengapa suatu pemerintahan menerapkan anggaran defisit, yakni: untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional; rendahnya daya beli
masyarakat; pemerataan pendapatan masyarakat; melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing; pengeluaran meningkat karena adanya inflasi.[3]
Di Indonesia sendiri, memang mencerminkan
kondisi sebagaimana paparan di atas. Dan pembiayaan APBN ini memang tak bisa
lepas dari faktor inflasi, kurs mata uang rupiah, harga minyak dunia, suku
bunga yang berlaku dan pertumbuhan ekonomi. Dari kesemua faktor tersebut,
memang Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Bahkan pada tahun 2013,
pemerintah harus mengontrol defisit APBN yang jebol sehingga mengharuskan
pemerintah melakukan pemotongan belanja semua K/L (kecuali Kemendikbud dan
Kementrian Agama), menerbitkan surat utang dan menyesuaikan harga BBM
bersubsidi agar defisit anggaran tak terlalu besar.
Bahkan, terdapat wacana pemerintah akan
mengkaji kembali batas maksimal defisit APBN dan APBD yang telah diatur dalam
UU No 17 Tahun 2003 sebesar 3% dari PDB tersebut, karena dirasa sudah tidak
sesuai. Menurut Anny Ratnawati, defisit fiskal harus dibatasi agar penarikan
utang untuk membiayai belanja negara dapat dikendalikan.[4]
Defisit anggaran APBN yang telah dijalankan
sejak tahun 2000 yang dibiayai dengan utang, semestinya menciptakan
perekonomian yang bertumbuh dan dapat memberikan stimulus fiskal yang berarti.
Sayangnya, kenyataannya justru terjadi defisit keseimbangan primer yang semakin
memburuk, dimulai pada tahun 2011 sebesar Rp 8,5 triliun, tahun 2012 sebesar Rp
45,5 triliun dan tahun 2013 melonjak tinggi sebesar Rp 113,6 triliun.[5]
Hal ini menunjukkan penggunaan dana APBN yang tak mendorong pertumbuhan ekonomi
yang optimal. Beberapa penyebabnya ialah karena pemerintah terlalu berfokus
pada pengeluaran birokrasinya dan habis untuk subsidi energi yang mengambil ‘jatah’
besar pada dana APBN, yang seharusnya dana dapat dioptimalkan untuk pembangunan
infrastruktur untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
3.3 Mengoptimalkan Peran APBN sebagai Stimulus Fiskal
Terkait dengan defisit anggaran pemerintah yang semakin melebar setiap
tahunnya serta komposisi utang yang tak juga turun, maka harus ada beberapa
tindakan yang diambil agar penggunaan APBN tetap sehat dan sesuai tujuannya,
dapat memberikan stimulus fiskal bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan anggaran defisit yang telah diambil, dapat diperketat dengan
menggunakan SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) dari tahun sebelumnya yang
memiliki nilai surplus. Pada tahun 2013 sendiri, terdapat nilai SILPA sebesar
Rp 20,5 triliun. Selain itu pengukuran anggaran semestinya menggunakan ukuran
efektivitas dan efisiensi sebagaimana konsep performance based budgeting yang
kita anut. Akan tetapi kondisi dewasa ini masih melakukan ukuran dari
penyerapan anggaran dan banyak kinerja masih berupa proses, tak berfokus pada outcome.
Selain itu, dengan mengurangi jumlah subsidi yang membebani APBN,
diantaranya subsidi energi yang seharusnya dana tersebut dapat digunakan untuk
peningkatan kualitas hidup masyarakat dan upaya untuk meningkatkan ekonomi
secara global.
Tak lupa juga menegakkan peraturan mengenai UU Tindak Pidana Korupsi dan UU
Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk memperoleh kembali aset negara yang hilang
karena tindakan koruptor, dengan menyita kekayaan hasil korupsi serta memberikan
denda berupa uang, sebagai efek jera dan salah satu sumber pendanaan APBN, yang
dapat mengurangi defisit anggaran. Terakhir, ialah dengan meningkatkan tax
ratio penerimaan pajak sebagai pondasi penerimaan di sektor APBN.
4. KESIMPULAN
Indonesia telah
menerapkan kebijakan anggaran defisit sejak tahun 2000, dengan batasan maksimal
sebesar 3% dari total PDB tahun berjalan. Akan tetapi, setelah satu dekade
melaksanakan kebijakan tersebut, justru terjadi defisit keseimbangan primer
sejak tahun 2011 dan semakin meningkat hingga tahun 2013 sebesar Rp113,6
triliun. Selain itu kondisi perekonomian saat ini pun tak kunjung membaik sejak
dilanda krisis global. Sehingga kebijakan yang telah diambil dalam APBN, belum
optimal dalam memberikan stimulus fiskal dalam perekonomian.
Agar pemerintah
tak terbebani dengan pinjaman dari anggaran defisit yang dijalankan, perlu
adanya pengetatan kebijakan anggaran defisit, dengan menggunakan SILPA
pemerintah yang selalu surplus setiap tahunnya, meningkatkan kinerja pemerintah
dengan ukuran efektif dan efisien-bukan dengan ukuran penyerapan anggaran-, mengurangi
jumlah subsidi terutama subsidi energi yang membebani APBN, meningkatkan tax
ratio penerimaan pajak dan menegakkan UU Tipikor dan UU TPPU sebagai
langkah memperoleh kembali aset/harta negara yang ‘diselewengkan’ oleh
koruptor.
REFERENSI
[1] Kebijakan Fiskal http://ssbelajar.blogspot.com/2012/03/kebijakan-fiskal.html
diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 16:00 WIB
[2] Dorn Busch, R. 1997. Makro Ekonomi. Erlangga, Jakarta
[3] Efendi, Bakhtiar .2009. Defisit
Anggaran Pemerintah dan Infestasi Swasta di Indonesia. Medan : FE USU.
[4] Kebijakan Anggaran: Pemerintah Kaji Batas Maksimal
Defisit APBN dan APBD http://finansial.bisnis.com/read/20130425/9/10908/kebijakan-anggaran-pemerintah-kaji-batas-maksimal-defisit-apbn-apbd
diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 15:47 WIB
[5] Neraca Keseimbangan Primer 2013 Diprediksi Defisit http://www.indonesiafinancetoday.com/read/55987/Neraca-Keseimbangan-Primer-2013-Diprediksi-Defisit
diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 16:14 WIB
0 comments:
Posting Komentar