Kamis, 20 Februari 2014

Tinjauan Terhadap Inflation Targeting Framework yang Digunakan sebagai Dasar Kebijakan Moneter di Indonesia


Septiana Kurniawati
Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
witch.curt8@gmail.com

Abstrak
Pada tahun 2005, Indonesia mengambil kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) untuk mendukung efektifitas kebijakan moneter secara lebih optimal dengan berbasis inflasi dan suku bunga, bukan lagi berbasis uang primer sesuai UU No. 23 Tahun 1999. ITF memiliki empat elemen mendasar yaitu penggunaan inflasi (sebagai sasaran operasional moneter menggantikan uang beredar didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi), perumusan kebijakan moneter yang antisipatif (foward looking), komunikasi transparan dengan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan pihak pemerintah. Akan tetapi dalam prakteknya di Indonesia, tidaklah semanis teori yang ada. Terdapat perbedaan cukup besar antara target dan aktual inflasi. Beberapa penyebabnya karena harga minyak dunia yang meningkat, terjadi kenaikan harga BBM di dalam negeri yang berimbas di sektor usaha lainnya, tidak dapat menahan dampak harga internasional terhadap harga domestik, laju kenaikan impor yang tak terkontrol serta ketidakstabilan politik keamanan Indonesia. Sehingga Pemerintah dan BI hendaknya menetapkan prediksi target inflasi tahun mendatang dengan perhitungan yang cermat dan independen dari segi politis dan pencitraan terselubung. Perlunya koordinasi yang harmonis dan dinamis dalam kebijakan moneter dan fiskal, perjelas faktor yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan yang dapat dikendalikan secara bersama, atau sendiri-sendiri dan faktor apa saja yang tak dapat dikendalikan. DPR sebagai lembaga legislatif juga melakukan pengawasan terhadap kinerja kedua institusi dalam menjalankan fungsinya. Dan terakhir, mahasiswa dapat mempublikasikan hasil riset maupun kajiannya mengenai makroekonomi, terutama penerapan ITF di Indonesia, yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dalam mengambil langkah kebijakan.

Kata kunci: Kebijakan Moneter, Inflation Targeting Framework, Indonesia


1.         PENDAHULUAN

Kebijakan moneter Indonesia mengalami titik balik ketika dihadapkan krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997 lalu yang berakibat pada ketidakstabilan perekonomian Indonesia kala itu. Bahkan, pada 1997 terjadi inflasi yang sangat tinggi, nilai kurs rupiah yang bergejolak dan uang beredar tak terkendali karena reaksi penyelamatan terhadap perbankan yang mengalami rush. Akhirnya pemerintah menerapkan tight moneter policy yang mengacu pada sistem target uang primer untuk kendalikan peredaran uang dan inflasi yang tinggi serta berusaha memperoleh kembali kepercayaan rakyat terhadap pemerintah reformasi saat itu.

Akhirnya pada Juli 2005, untuk mendukung efektifitas kebijakan moneter secara lebih optimal maka Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter berbasis suku bunga, bukan lagi berbasis uang primer. Kebijakan ini dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF).



2.         LANDASAN TEORI

2.1    Metode Penelitian

Kajian untuk paper Seminar Keuangan Publik yang mengambil tema kebijakan moneter ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.



2.2    Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter atau politik moneter ialah kebijakan yang meliputi langkah-langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral (Bank Indonesia) untuk memengaruhi (mengubah) penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah tingkat bunga, dengan maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat. Adapun tujuan utama dari kebijakan moneter adalah untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar, sehingga dapat menekan laju inflasi (laju kenaikan harga). Kebijakan moneter bagaikan alat untuk meredam inflasi (kenaikan harga) tetapi tidak dapat ditekan (didorong) untuk mengatasi resesi.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Kebijakan Moneter Ekspansif yaitu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar dan kebijakan Moneter Kontraktif dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).[1]



2.3    Inflation Targeting Framework

Inflation targeting framework merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan pemerintahdalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih
berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga  kebijakan konvensional).

Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.



3.         PEMBAHASAN

3.1    Alasan Indonesia Menerapkan Inflation Targeting Framework

Sesuai UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Selanjutnya, dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi untuk jangka pendek dan menengah yang mencerminkan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara negara sekitar. Hal ini merupakan landasan hukum diterapkannya Inflation Targeting Framework (ITF) di Indonesia

Karena ITF merupakan framework, bukan rule, maka kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sasaran-sasaran pembangunan yang lebih luas diantaranya pertumbuhan ekonomi. Konsep ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter.

Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan.  Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.  Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.[2]

Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar tetap ke nilai tukar mengambang di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor)  baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter.  Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya.  Dengan adanya jangkar nominal, maka ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi.  Alasan lain Bank Indonesia menerapkan jangkar nominal dan ITF ialah:

a)    ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat.  Dengan sasaran inflasi secara eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi.  Sebaliknya dengan sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan.

b)    ITF memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.

c)     ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag.

d)    ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter.  Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi.

e)     ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian. [3]



3.2     Penerapan ITF di Indonesia

Menurut C.Y Boestal, ITF memiliki empat elemen mendasar kebijakan baru ini adalah penggunaan suku bunga BI Rate dan inflasi (sebagai sasaran operasional moneter menggantikan uang beredar didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi), perumusan kebijakan moneter yang antisipatif (foward looking), komunikasi yang transparan dengan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan pihak pemerintah. [4]

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai kestabilan harga, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat. Dengan kerangka kerja baru itu, secara internal proses perumusan kebijakan moneter BI diperkuat dengan strategi antrisipatif (forward looking strategy) dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini, untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.[4]

Dalam merumuskan kebijakan moneter, BI melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi dengan instrumen: Operasi Pasar Terbuka (OPT), Instrumen likuiditas otomatis, Intervensi di pasar valas, penetapan giro wajib minimum, dan himbauan moral kepada pelaku ekonomi.

BI juga membuat laporan triwulanan dengan melakukan asesmen menyeluruh terhadap kondisi makro-ekonomi, prakiraan inflasi dan penentuan respon kebijakan moneter. Kemudian dalam laporan bulanan juga dilakukan review atas perkembangan inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter serta likuiditas di pasar dilakukan untuk memonitor dan menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang dilakukan dalam laporan triwulanan.[4]

Untuk mendukung proses perumusan kebijakan moneter oleh Dewan Gubernur, kualitas analissis dan prakiraan terus ditingkatkan, disamping sejumlah indikator, survey, riset dan permodelan ekonomi di tingkat nasional, juga dilakukan kajian ekonomi regional (KER) di KBI berbagai daerah. Menurut dia, inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mendasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan dalam rangka mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan BI, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan Berdasar PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan BI berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Berikut tabel perbandingan target inflasi dan aktual inflasi.[5]

Tahun
Target Inflasi
Inflasi Aktual
(%, yoy)
2001
4% - 6%
12,55
2002
9% - 10%
10,03
2003
9 +1%
5,06
2004
5,5 +1%
6,40
2005
6 +1%
17,11
2006
8 +1%
6,60
2007
6 +1%
6,59
2008
5 +1%
11,06
2009
4,5 +1%
2,78
2010
5+1%
6,96
2011
5+1%
3,79
2012
4.5+1%
4,30
2013*
4.5+1%
-
2014*
4.5+1%
-
2015*
4+1%
-


3.3   Analisis terhadap ITF dan Tantangan yang dihadapi Indonesia

Seperti yang dikatakan oleh Blanchard dalam kebijakan makroekonomi, bahwa dalam jangka pendek, kebijakan moneter yang ekspansif dengan ITF memang dapat digunakan untuk memberikan stimulus pada perekonomian, terutama jika kebijakan moneter tidak diantisipasi oleh pelaku pasar. Namun, dalam jangka panjang, ketika kebijakan moneter tersebut telah dirasakan oleh masyarakat melalui kenaikan inflasi, yang terjadi adalah ekspektasi inflasi masyarakat semakin meningkat dan pertumbuhan ekonomi bahkan mengalami penurunan.[6]

Dari berbagai penjelasan mengenai ITF, dapat disimpulkan dengan menetapkan besaran target inflasi di awal atau akhir tahun untuk ekspektasi inflasi tahun berikutnya, akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan diharapkan lebih stabil, sustainable, transparan dan yang lebih penting tanpa kuatir atas perubahan tingkat inflasi yang terlalu besar. Intinya adalah membangun kepercayaan publik sehingga ekspektasi inflasi mendekati target inflasi yang telah ditetapkan. Kuncinya, BI dan Pemerintah seharusnya bekerjasama secara erat agar target itu betul-betul dapat tercapai.             

Dari hasil analisis, ITF tersebut memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: kebijakan moneter menjadi lebih fokus, adanya komunikasi-transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat, efektif dalam menurunkan tingkat inflasi, membantu menurunkan ekspektasi inflasi ketika ekonomi mengalami penurunan. Adapun alasan mengapa inflasi menjadi sebuah dasar, karena inflasi berpengaruh langsung terhadap pendapatan riil masyarakat; dan kestabilan harga akan memberikan kepastian bagi para pelaku ekonomi; dan dengan inflasi yang tinggi akan menyebabkan tingkat suku bunga ikut tinggi, menjadikan suku bunga tidak kompetitif. Selain itu, inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.

Akan tetapi dalam prakteknya di Indonesia, tidaklah semanis teori yang ada. Bila dilihat dari tabel di atas, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara target dan aktual inflasi, diantaranya pada tahun 2001, 2002, 2005, 2010 dan diperkirakan tahun 2013 ini juga mengalami kenaikan inflasi jauh di atas target. Perlu dianalisis, apa yang salah dari ini? Apakah penentuan target di awal yang terlalu “muluk”? Ataukah kesalahan penargetan, atau karena kondisi ekonomi yang tak mampu dikendalikan oleh BI dan pemerintah?     

Terdapat kemiripan kondisi antara tahun-tahun tersebut, dimana salah satu penyebab tingginya inflasi kala itu karena harga minyak dunia yang meningkat, dan di dalam negeri terjadi kenaikan harga BBM yang berimbas di sektor usaha lainnya. Selain itu, Indonesia sebagai negara berkembang, kenaikan inflasi juga dikarenakan kita tidak dapat menahan dampak harga internasional terhadap harga domestik, serta laju kenaikan impor yang tak terkontrol. Inflasi di Indonesia juga terjadi tak hanya karena faktor ekonomi, juga karena faktor politik dan keamanan yang tak stabil. Bahkan, terjadi anekdot bahwa inflasi di Indonesia terjadi secara musiman, yakni pada saat musim kenaikan sekolah, musim lebaran (idul fitri) dan musim haji (idul adha) yang hampir dipastikan pada saat tersebut selalu ada kenaikan harga yang tinggi.

Dengan kondisi Indonesia yang cukup kompleks ini serta penerapan ITF di Indonesia yang belum mulus, setidaknya terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dan BI untuk menjaga perekonomian di Indonesia stabil dan kondusif.

Pemerintah dan BI hendaknya menetapkan prediksi target inflasi tahun mendatang dengan perhitungan yang cermat dan mempertimbangkan prediksi ekonomi secara global serta kondisi politik keamanan yang ada, tidak hanya hitungan secara matematis mengenai harga barang sehingga dapat meminimalir target yang meleset. Penetapan target ini pun hendaknya independen dari segi politis dan pencitraan terselubung. Perlunya koordinasi yang harmonis dan dinamis dalam kebijakan moneter dan fiskal, dan dalam Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) juga ada baiknya diwakili oleh stakeholder pelaku ekonomi, tidak hanya kedua institusi itu saja. Selain itu juga diperjelas faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi tersebut serta faktor apa saja yang dapat dikendalikan secara bersama, atau sendiri-sendiri dan faktor apa saja yang tak dapat dikendalikan. Hal ini untuk keselarasan kinerja dan mencegah adanya saling mencari kambing hitam ketika target tak terpenuhi. DPR sebagai lembaga legislatif juga melakukan pengawasan terhadap kinerja kedua institusi dalam menjalankan fungsinya. Dan terakhir, mahasiswa sebagai penerus bangsa, melalui universitas, dapat mempublikasikan hasil riset maupun kajiannya mengenai makroekonomi, terutama penerapan ITF di Indonesia, yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan oleh pemerintah maupun BI dalam mengambil langkah kebijakan.



4.         KESIMPULAN

ITF memiliki empat elemen mendasar yaitu penggunaan inflasi (sebagai sasaran operasional moneter menggantikan uang beredar didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi), perumusan kebijakan moneter yang antisipatif (foward looking), komunikasi yang transparan dengan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan pihak pemerintah. Akan tetapi dalam prakteknya di Indonesia, tidaklah semanis teori yang ada. Terdapat perbedaan cukup besar antara target dak aktual inflasi.         Beberapa penyebabnya karena harga minyak dunia yang meningkat, terjadi kenaikan harga BBM di dalam negeri yang berimbas di sektor usaha lainnya, tidak dapat menahan dampak harga internasional terhadap harga domestik, serta laju kenaikan impor yang tak terkontrol serta ketidakstabilan politik keamanan Indonesia. Sehingga Pemerintah dan BI hendaknya menetapkan prediksi target inflasi tahun mendatang dengan perhitungan yang cermat dan independen dari segi politis dan pencitraan terselubung. Perlunya koordinasi yang harmonis dan dinamis dalam kebijakan moneter dan fiskal, perjelas faktor yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan yang dapat dikendalikan secara bersama, atau sendiri-sendiri dan faktor apa saja yang tak dapat dikendalikan. DPR sebagai lembaga legislatif juga melakukan pengawasan terhadap kinerja kedua institusi dalam menjalankan fungsinya. Dan terakhir, mahasiswa sebagai penerus bangsa, melalui universitas, dapat mempublikasikan hasil riset maupun kajiannya mengenai makroekonomi, terutama penerapan ITF di Indonesia, yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan oleh pemerintah maupun BI dalam mengambil langkah kebijakan.


REFERENSI

[1] Definisi Pngertian Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Instrumen serta Penjelasannya http://www.organisasi.org/1970/01/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya.html diakses pada 25 November 2013



[2] Kerangka Kebijakan Moneter http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kerangka+Kebijakan+Moneter/ diakses pada 25 November 2013



[3] Kerangka Kebijakan Moneter http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kerangka+Kebijakan+Moneter/mengapa.htm diakses pada 25 November 2013



[4] BI Mulai Implementasikan Inflation Targeting Framework http://www.merdeka.com/ekonomi-nasional/bi-mulai-implementasikan-inflation-targeting-framework-nemzkdq.html diakses pada 25 November 2013



[5] Bank Indonesia dan Inflasi http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Bank+Indonesia+dan+Inflasi/penetapan.htm diakses pada 25 November 2013



[6] Blanchard, Et. Al. Rethinking Macroeconomics Policy. 2010. International Monetary Fund, Research Development.


0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...