Septiana Kurniawati
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com
Kebijakan
fiskal merupakan salah satu jenis kebijakan makroekonomi yang dijalankan suatu
negara, selain kebijakan moneter. Kebijakan ini diperlukan dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan lebih mekankan
pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Dengan sistem kebijakan
anggaran defisit yang dijalankan Indonesia saat ini, dimana pegeluaran akan
lebih besar dibandingkan pendapatan (fiskal ekspansif) maka akan terjadi
kekurangan dana pemerintah untuk membiayai belanja pemerintah. Kekurangan
tersebut diantaranya diperoleh pemerintah dari utang luar negeri dan dalam
negeri. Menuju anggaran berimbang pada tahun nggaran 2015,
dilakukan dengan diturunkannya defisit sehingga ketahanan ekonomi di dalam
negeri semakin kuat. Selain itu juga dengan mengurangi utang luar negeri dan
lebih membuka opsi dengan mengambil utang dalam negeri, dengan bentuk SUN, SBN
dan ORI selain dapat meminimalkan ketergantungan utang luar negeri juga dapat
mengajak masyarakat berpartisipasi langsung dengan memberikan pinjaman kepada
pemerintah, sehingga menjadi salah satu pintu bagi masyarakat untuk semakin
memiliki dan mencintai Indonesia. Menjadi salah satu ekonomi partisipatif
masyarakat dalam mengumpulkan dana untuk pembangunan negara. Juga dengan bunga
utang dalam negeri yang diterima masyarakat tersebut, dapat menggerakkan
perekonomian dalam negeri dan menyejahterakan masyarakat.
Kata kunci: Kebijakan Defisit Anggaran; SUN;
ORI; Ekonomi Patisipatif
1.
PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal merupakan
salah satu jenis kebijakan makroekonomi yang dijalankan suatu negara, selain
kebijakan moneter. Kebijakan ini diperlukan dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah
uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan
dan belanja pemerintah. Dengan sistem kebijakan anggaran defisit yang
dijalankan Indonesia saat ini, dimana pegeluaran akan lebih besar dibandingkan
pendapatan (fiskal ekspansif) maka akan terjadi kekurangan dana pemerintah
untuk membiayai belanja pemerintah. Kekurangan tersebut diantaranya diperoleh
pemerintah dari utang luar negeri dan dalam negeri.
2.
LANDASAN
TEORI
2.1
Metode Penelitian
Kajian untuk paper Seminar
Keuangan Publik yang mengambil tema makroekonomi ini dilakukan melalui metode
observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.
2.2 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal bertujuan untuk
mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian untuk menstabilkan ekonomi,
memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan
dalam pemerataan pendapatan. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak dan pendapatan
lainnya. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.
Adapun instrumen
kebijakan fiskal terdiri dari tiga macam, yakni anggaran defisit (Kebijakan
Fiskal Ekspansif) yang tengah kita lakukan. Ini merupakan kebijakan
pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna
memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan
ekonomi sedang resesif. Yang kedua ialah anggaran surplus (Kebijakan Fiskal
Kontraktif) yaitu pemasukan negara lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya
politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Dan
yang terakhir ialah anggaran berimbang yang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.[1]
2.3 Surat Berharga Negara
Selain pembiayaan luar negeri, defisit anggaran juga dapat didanai
dengan utang dalam negri, diantaranya dengan menggunakan Surat Berharga Negara
(SBN). SBN ini terbagi dalam dua jenis, yakni Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN
sendiri terdiri dari SPN (T-Bills), Obligasi Negara seperti ORI yang beberapa
kali dikeluarkan pemerintah akhir-akhir ini. Kedua jenis pembiayaan tersebut
dapat berupa obligasi jangka pendek maupun jangka panjang, menyesuaikan
perencanaan pembiayaan dan kebutuhan
pemerintah.
Adapun dasar hukum dari penerbitan SBN tersebut ialah UU Nomor 24
Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara yang antara lain mengatur tentantan Surat
Utang Negara (SUN), yaitu untuk membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka
pendek, dan mengelola portofolio utang negara. Serta UU Nomor 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang antara lain mengatur tentang tujuan
penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yaitu untuk membiayai APBN.
3.
PEMBAHASAN
3.1 Alasan
Indonesia Menerapkan Anggaran Defisit dalam APBN
Ekonomi global memanas sejak tahun 2008, membuat
beberapa negara besar di dunia kewalahan dan mengalami krisis ekonomi di
negaranya. Indonesiapun berusaha untuk bertahan dan menstabilkan perekonomiannya
kala itu. Salah satunya dengan menerapkan defisit
budgeting untuk memberikan stimulus ekonomi yang tinggi di tengah situasi
perekonomian global yang dalam proses pemulihan sekaligus dimaksudkan juga
untuk mempertahankan kesinambungan fiskal.
Akhirnya, defisit APBN 2012 dianggarkan sebesar Rp 124
trilyun, angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan defisit APBN-P
2011 yaitu sebesar Rp 150,8 trilyun. Defisit APBN-P Tahun 2013 dinanggarkan
sebesar 224,2 triliun sedangkan R-APBN 2014 telah dianggarkan defisit APBN
sebesar 154,2 triliun (1,49% dari PDB). Diharapkan pada tahun 2015 mendatang,
Indonesia dapat memulihkan perekonomian dan kembali menggunakan anggaran
berimbang.[2]
Dengan menerapkan anggaran defisit ini, maka cara
untuk menutup kekurangan pendanaan selain mencetak uang dan mencari pinjaman.
Dengan mencetak uang, memang pemerintah dengan mudah dapat membiayai
pengeluarannya namun hal ini memerlukan perhitungan yang akurat agar tidak
menimbulkan gejolak inflasi di masyarakat. Oleh karenanya, salah satu solusi
andalan pemerintah ialah dengan mengambil pinjaman, baik dari dalam maupun luar
negeri.
3.2 Keadaan Utang
Indonesia Saat Ini
Dari data
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, total utang pemerintah Indonesia hingga
Oktober 2013 mencapai Rp 2.276,89 triliun dengan rasio 27,6% terhadap PDB. Dari
jumlah tersebut, Rp 656,48 triliun merupakan utang luar negeri yang didapat
dari beberapa negara dan lembaga multilateral. Jumlah utang luar negeri ini
meningkat dibanding akhir 2012 yang sebesar Rp 614,81 triliun. Adapun
beberapa negaraataupun lembaga multilateral yang paling banyak memberikan
pinjaman ke Indonesia secara berurutan ialah Jepang, World Bank, Asian
Development Bank (ABD), Prancis, Jerman, dan Islamic Development Bank (IDB).[3]
Adapun rasio utang pemerintah pusat sejak tahun 2010
ialah sebagai berikut. Tahun 2010 sebesar Rp 1.676,15 triliun (26%); tahun 2011
sebesar Rp 1.803,49 triliun (25%); Tahun 2012 sebesar Rp 1.975,42 triliun
(27,3%); Oktober 2013 sebesar Rp 2.276,89 triliun (27,6%).[4] Jumlah
ini meningkat setiap tahunnya selain karena penambahan jumlah utang, namun juga
karena volatilitas kurs rupiah terhadap mata uang asing, dimana hampir semua
pinjaman luar negeri tersebut menggunakan mata uang asing.
3.3 Mengurangi Ketergantungan akan Pinjaman Luar Negeri
Kita tidak boleh selamanya terjebak pada skema
pembiayaan utang kita sekarang. Selama ini kita sering melakukan pembiayaan
utang dengan refinancing. Bukan
berarti cara ini tidak boleh, namun dengan seringnya kita menggunakan cara ini,
menandakan bahwa Indonesia belum mampu untuk mengatur keuangannya secara sehat.
Terlebih sesuai amanat Presiden ketika membuka rapat
terbatas bidang ekonomi di Kantor Kepresidenan bulan Juli 2013 kemarin meminta
untuk mengurangi sumber pembiayaan baru dari luar negeri.
Kalaupun harus menggunakan pembiayaan luar negeri, jangan memilih opsi utang, melainkan opsi hibah atau pemutihan utang.[5] Oleh karena itu, perlu formulasi baru agar pembiayaan pembangunan tidak lagi mengandalkan utang luar negeri. Memang membutuhkan waktu, dan yang terpenting adalah keberanian untuk mandiri. Langkah berani yang patut kita coba sekarang menurunkan stok utang dan melakukan negosiasi moratorium melalui arbitrase internasional.
Kalaupun harus menggunakan pembiayaan luar negeri, jangan memilih opsi utang, melainkan opsi hibah atau pemutihan utang.[5] Oleh karena itu, perlu formulasi baru agar pembiayaan pembangunan tidak lagi mengandalkan utang luar negeri. Memang membutuhkan waktu, dan yang terpenting adalah keberanian untuk mandiri. Langkah berani yang patut kita coba sekarang menurunkan stok utang dan melakukan negosiasi moratorium melalui arbitrase internasional.
Selain itu, kita juga harus mengoptimalkan pendapatan
negara untuk meminimalisasi defisit anggaran dalam APBN. Salah satu hal yang
harus kita optimalkan adalah penerimaan pajak dan bea cukai, serta
mengoptimalkan pembiayaan non utang. Pembiayaan non utang disini mencakup
privatisasi hasil pengelolaan aset dan pembiayaan dari saldo rekening
Pemerintah. Penggunaan saldo rekening Pemerintah yang berada di perbankan dalam
negeri menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan yang digunakan untuk
membiayai APBN. Saldo rekening Pemerintah tersebut bersumber dari penerimaan
Rekening Dana Investasi (RDI)/Rekening Pembangunan Daerah (RPD), Rekening
Pembangunan Hutan (RPH), Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan rekening lainnya.
Selain itu, dari pinjaman luar negeri yang telah
diperoleh, sebaiknya benar-benar digunakan secara optimal dan mendukung program
pemerintah dan memberikan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
harus memiliki manfaat yang luas dan inovatif sehingga dapat dijadikan model
replikasi dengan dana rupiah/pinjaman dalam negeri.
3.4 Penguatan Utang
Dalam Negeri, terutama ORI, Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Indonesia
Dapat dilihat pada tabel di bawah, bahwa dalam
APBN-P dan RAPBN 2014 porsi pembiayaan (pinjaman utang) dalam negeri jauh lebih
besar dari pembiayaan luar negeri. Hal ini terjadi karena pemerintah telah
menyadari bahwa mengambil utang dalam negeri biayanya lebih ‘murah’ dan dapat
terhindar dari kemungkinan pembengkakan utang luar negeri karena penurunan
nilai rupiah. Pembiayaan dalam ini diperoleh dari Surat Berharga Negara (SBN),
baik berupa SUN, ORI maupun Sukuk.
Bahkan dalam rilis data oleh Kementrian Keuangan, kepemilikan
asing atas ekuitas, obligasi dan SBI hingga Agustus 2013 mengalami penurunan
tajam.[6] Sehingga sebagian besar kepemilikan dimiliki oleh
masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat dan menggerakkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Selain itu, pemerintah juga semakin gencar
mengeluarkan ORI (Obligasi Ritel Indonesia) sejak Agustus 2006, bahkan dalam
jumlah kecil yakni kelipatan Rp 1juta rupiah, sehingga masyarakat bawah pun
dapat membeli dan menikmati bunga yang diberikan. Cara untuk membeli ORI pun
terbilang sangat mudah yaitu melalui agen penjual di pasar perdana, yang dapat
dapat diperoleh di 20 bank di Indonesia.
3.5 ORI sebagai Ekonomi Partisipatif Masyarakat
dalam Pembangunan Indonesia
Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah Obligasi Negara
yang diterbitkan Pemerintah Indonesia untuk dijual kepada individu WNI melalui
Agen Penjual di pasar perdana. ORI ini termasuk investasi yang menggiurkan bagi
masyarakat, karena selain memberikan bunga yang tinggi mencapai 9,35% (di atas
bunga deposito dan SBI) namun juga zero risk, risiko gagal bayar dan risiko
likuiditas yang rendah. ORI yang telah terbit sebanyak 5 kali di tahun-tahun sebelumnya,
mendapat respon antusias dari masyarakat seluruh kalangan.
Diharapkan dengan pendanaan defisit anggaran dengan
menitikberatkan pada utang dalam negeri, baik SUN, Sukuk (SBSN) maupun ORI,
dapat dijadikan sebagai alat pemerintah dalam memupuk dana dari masyarakat
untuk melakukan pembangunan negara dengan risiko minimal, tak seperti pinjaman
luar negeri yang penuh syarat dan muatan politis serta kaku dalam
penggunaannya. Selain itu, dengan partisipasi masyarakat dalam memberikan
pinjaman ke pemerintah tersebut, dapat memupuk rasa memiliki Indonesia dan
secara tidak langsung masyarakat berperan serta dalam pembiayaan dan
pembangunan nasional. Uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam membiayai
bunga obligasi bunga obligasi tersebut juga akan dipotong pajak final 20% yang
akan memberikan ‘pemasukan’ kepada negara dari segi perpajakan. Bunga obligasi
yang dibayarkan juga akan kembali lagi ke masyarakat yang dapat meningkatkan
kesejahteraannya dan secara tidak langsung dapat menggerakkan perekonomian
lebih maju. Selain itu,
Akan tetapi, menurut pandangan pribadi penulis, nilai
bunga obligasi tersebut sangatlah besar. Obligasi negara ini ditanggung
sepenuhnya oleh pemerintah, menjadikan obligasi ini memiliki risiko yang kecil
bahkan nyaris mencapai zero risk. Alangkah lebih baik jika pemerintah lebih
wajar dalam menetapkan bunga obligasinya, sesuai prinsip risk and return-nya.
4. KESIMPULAN
Indonesia
yang menerapkan anggaran defisit, membuat utang pemerintah seakan terus
bertambah setiap tahunnya. Peran utang dalam APBN kita selama ini dan dalam
jangka waktu yang belum dapat ditentukan sangat vital. Menuju anggaran
berimbang pada tahun nggaran 2015, dilakukan dengan diturunkannya defisit
sehingga ketahanan ekonomi di dalam negeri semakin kuat. Selain itu juga dengan
mengurangi utang luar negeri dan lebih membuka opsi dengan mengalbil utang
dalam negeri, dengan bentuk SUN, SBN dan ORI sehingga selain dapat meminimalkan
ketergantungan utang luar negeri juga dapat mengajak masyarakat berpartisipasi
langsung dengan memberikan pinjaman kepada pemerintah, sehingga menjadi salah
satu pintu untuk semakin memiliki Indonesia. Juga dengan bunga utang dalam
negeri yang diterima masyarakat tersebut, dapat menggerakkan perekonomian dalam
negeri dan menyejahterakan masyarakat.
Selain itu
yang lebih penting ialah melakukan penganggaran yang efektif, yaitu melakukan
upaya efisiensi belanja kurang produktif, menghilangkan sumber kebocoran
anggaran, meningkatkan kemudahan berusaha dan pembangunan infrastruktur yang
merata sehingga dapat mendukung kebijakan fiskal dan moneter menuju ekonomi Indonesia
yang sehat dan sejahtera.
REFERENSI
[1] Astari,
widya. Pengantar Ilmu Ekonomi Responsi http://widyaastariduties.blogspot.com/2012/10/pengantar-ilmu-ekonomi-responsi.html diakses tanggal 21 November 2013
[2] APBN
Tahun 2011, 2012, 2013 dan RAPBN Tahun 2014
[3] Utang
Luar Negeri Pemerintah RI Mencapai Rp 656 triliun, Siapa Pemberinya? http://finance.detik.com/read/2013/11/21/091720/2419188/4/6/utang-luar-negeri-pemerintah-ri-rp-656-triliun-siapa-pemberinya#bigpic diakses tanggal 21 November 2013
[4] Naik
Lagi Utang Pemerintah RI Saat Ini Rp 2.276 triliun http://finance.detik.com/read/2013/11/21/065819/2419093/4/naik-lagi-utang-pemerintah-ri-saat-ini-rp-2276-triliun diakses tanggal 21 November 2013
[5] Presiden Perintahkan Kurangi Utang Luar Negeri http://www.pelita.or.id/baca.php?id=97304 diakses tanggal 21 November 2013
[6] Perkembangan
Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2013 http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/fiskal/137-perkembangan-keuangan-pemerintah-dan-fiskal-2013-iii diakses tanggal 21 November 2013
0 comments:
Posting Komentar