Jumat, 21 Februari 2014

Pembiayaan Defisit Anggaran Negara Melalui Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Sebagai Ekonomi Partisipatif Masyarakat kepada Negara


Septiana Kurniawati
8A, DIV Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
Email: witch.curt8@gmail.com

Abstrak
Kebijakan fiskal merupakan salah satu jenis kebijakan makroekonomi yang dijalankan suatu negara, selain kebijakan moneter. Kebijakan ini diperlukan dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Dengan sistem kebijakan anggaran defisit yang dijalankan Indonesia saat ini, dimana pegeluaran akan lebih besar dibandingkan pendapatan (fiskal ekspansif) maka akan terjadi kekurangan dana pemerintah untuk membiayai belanja pemerintah. Kekurangan tersebut diantaranya diperoleh pemerintah dari utang luar negeri dan dalam negeri. Menuju anggaran berimbang pada tahun nggaran 2015, dilakukan dengan diturunkannya defisit sehingga ketahanan ekonomi di dalam negeri semakin kuat. Selain itu juga dengan mengurangi utang luar negeri dan lebih membuka opsi dengan mengambil utang dalam negeri, dengan bentuk SUN, SBN dan ORI selain dapat meminimalkan ketergantungan utang luar negeri juga dapat mengajak masyarakat berpartisipasi langsung dengan memberikan pinjaman kepada pemerintah, sehingga menjadi salah satu pintu bagi masyarakat untuk semakin memiliki dan mencintai Indonesia. Menjadi salah satu ekonomi partisipatif masyarakat dalam mengumpulkan dana untuk pembangunan negara. Juga dengan bunga utang dalam negeri yang diterima masyarakat tersebut, dapat menggerakkan perekonomian dalam negeri dan menyejahterakan masyarakat.

Kata kunci: Kebijakan Defisit Anggaran; SUN; ORI; Ekonomi Patisipatif


1.      PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal merupakan salah satu jenis kebijakan makroekonomi yang dijalankan suatu negara, selain kebijakan moneter. Kebijakan ini diperlukan dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Dengan sistem kebijakan anggaran defisit yang dijalankan Indonesia saat ini, dimana pegeluaran akan lebih besar dibandingkan pendapatan (fiskal ekspansif) maka akan terjadi kekurangan dana pemerintah untuk membiayai belanja pemerintah. Kekurangan tersebut diantaranya diperoleh pemerintah dari utang luar negeri dan dalam negeri.  

2.      LANDASAN TEORI
2.1    Metode Penelitian
Kajian untuk paper Seminar Keuangan Publik yang mengambil tema makroekonomi ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.2    Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak dan pendapatan lainnya. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.
Adapun instrumen kebijakan fiskal terdiri dari tiga macam, yakni anggaran defisit (Kebijakan Fiskal Ekspansif) yang tengah kita lakukan. Ini merupakan kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif. Yang kedua ialah anggaran surplus (Kebijakan Fiskal Kontraktif) yaitu pemasukan negara lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Dan yang terakhir ialah anggaran berimbang yang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.[1]

2.3   Surat Berharga Negara
Selain pembiayaan luar negeri, defisit anggaran juga dapat didanai dengan utang dalam negri, diantaranya dengan menggunakan Surat Berharga Negara (SBN). SBN ini terbagi dalam dua jenis, yakni Surat Utang Negara (SUN)  dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN sendiri terdiri dari SPN (T-Bills), Obligasi Negara seperti ORI yang beberapa kali dikeluarkan pemerintah akhir-akhir ini. Kedua jenis pembiayaan tersebut dapat berupa obligasi jangka pendek maupun jangka panjang, menyesuaikan perencanaan pembiayaan dan  kebutuhan pemerintah.
Adapun dasar hukum dari penerbitan SBN tersebut ialah UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara yang antara lain mengatur tentantan Surat Utang Negara (SUN), yaitu untuk membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara. Serta UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang antara lain mengatur tentang tujuan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yaitu untuk membiayai APBN.

3.      PEMBAHASAN
3.1    Alasan Indonesia Menerapkan Anggaran Defisit dalam APBN
Ekonomi global memanas sejak tahun 2008, membuat beberapa negara besar di dunia kewalahan dan mengalami krisis ekonomi di negaranya. Indonesiapun berusaha untuk bertahan dan menstabilkan perekonomiannya kala itu. Salah satunya dengan menerapkan defisit budgeting untuk memberikan stimulus ekonomi yang tinggi di tengah situasi perekonomian global yang dalam proses pemulihan sekaligus dimaksudkan juga untuk mempertahankan kesinambungan fiskal.
Akhirnya, defisit APBN 2012 dianggarkan sebesar Rp 124 trilyun, angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan defisit APBN-P 2011 yaitu sebesar Rp 150,8 trilyun. Defisit APBN-P Tahun 2013 dinanggarkan sebesar 224,2 triliun sedangkan R-APBN 2014 telah dianggarkan defisit APBN sebesar 154,2 triliun (1,49% dari PDB). Diharapkan pada tahun 2015 mendatang, Indonesia dapat memulihkan perekonomian dan kembali menggunakan anggaran berimbang.[2]
Dengan menerapkan anggaran defisit ini, maka cara untuk menutup kekurangan pendanaan selain mencetak uang dan mencari pinjaman. Dengan mencetak uang, memang pemerintah dengan mudah dapat membiayai pengeluarannya namun hal ini memerlukan perhitungan yang akurat agar tidak menimbulkan gejolak inflasi di masyarakat. Oleh karenanya, salah satu solusi andalan pemerintah ialah dengan mengambil pinjaman, baik dari dalam maupun luar negeri.

3.2     Keadaan Utang Indonesia Saat Ini
 Dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, total utang pemerintah Indonesia hingga Oktober 2013 mencapai Rp 2.276,89 triliun dengan rasio 27,6% terhadap PDB. Dari jumlah tersebut, Rp 656,48 triliun merupakan utang luar negeri yang didapat dari beberapa negara dan lembaga multilateral. Jumlah utang luar negeri ini meningkat dibanding akhir 2012 yang sebesar Rp 614,81 triliun. Adapun beberapa negaraataupun lembaga multilateral yang paling banyak memberikan pinjaman ke Indonesia secara berurutan ialah Jepang, World Bank, Asian Development Bank (ABD), Prancis, Jerman, dan Islamic Development Bank (IDB).[3]          
Adapun rasio utang pemerintah pusat sejak tahun 2010 ialah sebagai berikut. Tahun 2010 sebesar Rp 1.676,15 triliun (26%); tahun 2011 sebesar Rp 1.803,49 triliun (25%); Tahun 2012 sebesar Rp 1.975,42 triliun (27,3%); Oktober 2013 sebesar Rp 2.276,89 triliun (27,6%).[4] Jumlah ini meningkat setiap tahunnya selain karena penambahan jumlah utang, namun juga karena volatilitas kurs rupiah terhadap mata uang asing, dimana hampir semua pinjaman luar negeri tersebut menggunakan mata uang asing.

3.3  Mengurangi Ketergantungan akan Pinjaman Luar Negeri  
Kita tidak boleh selamanya terjebak pada skema pembiayaan utang kita sekarang. Selama ini kita sering melakukan pembiayaan utang dengan refinancing. Bukan berarti cara ini tidak boleh, namun dengan seringnya kita menggunakan cara ini, menandakan bahwa Indonesia belum mampu untuk mengatur keuangannya secara sehat.
Terlebih sesuai amanat Presiden ketika membuka rapat terbatas bidang ekonomi di Kantor Kepresidenan bulan Juli 2013 kemarin meminta untuk mengurangi sumber pembiayaan baru dari luar negeri.
Kalaupun harus menggunakan pembiayaan luar negeri, jangan memilih opsi utang, melainkan opsi hibah atau pemutihan utang.[5] Oleh karena itu, perlu formulasi baru agar pembiayaan pembangunan tidak lagi mengandalkan utang luar negeri. Memang membutuhkan waktu, dan yang terpenting adalah keberanian untuk mandiri. Langkah berani yang patut kita coba sekarang menurunkan stok utang dan melakukan negosiasi moratorium melalui arbitrase internasional.
Selain itu, kita juga harus mengoptimalkan pendapatan negara untuk meminimalisasi defisit anggaran dalam APBN. Salah satu hal yang harus kita optimalkan adalah penerimaan pajak dan bea cukai, serta mengoptimalkan pembiayaan non utang. Pembiayaan non utang disini mencakup privatisasi hasil pengelolaan aset dan pembiayaan dari saldo rekening Pemerintah. Penggunaan saldo rekening Pemerintah yang berada di perbankan dalam negeri menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan yang digunakan untuk membiayai APBN. Saldo rekening Pemerintah tersebut bersumber dari penerimaan Rekening Dana Investasi (RDI)/Rekening Pembangunan Daerah (RPD), Rekening Pembangunan Hutan (RPH), Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan rekening lainnya.
Selain itu, dari pinjaman luar negeri yang telah diperoleh, sebaiknya benar-benar digunakan secara optimal dan mendukung program pemerintah dan memberikan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu harus memiliki manfaat yang luas dan inovatif sehingga dapat dijadikan model replikasi dengan dana rupiah/pinjaman dalam negeri.

3.4    Penguatan Utang Dalam Negeri, terutama ORI, Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Indonesia
 Dapat dilihat pada tabel di bawah, bahwa dalam APBN-P dan RAPBN 2014 porsi pembiayaan (pinjaman utang) dalam negeri jauh lebih besar dari pembiayaan luar negeri. Hal ini terjadi karena pemerintah telah menyadari bahwa mengambil utang dalam negeri biayanya lebih ‘murah’ dan dapat terhindar dari kemungkinan pembengkakan utang luar negeri karena penurunan nilai rupiah. Pembiayaan dalam ini diperoleh dari Surat Berharga Negara (SBN), baik berupa SUN, ORI maupun Sukuk.
Bahkan dalam rilis data oleh Kementrian Keuangan, kepemilikan asing atas ekuitas, obligasi dan SBI hingga Agustus 2013 mengalami penurunan tajam.[6] Sehingga sebagian besar kepemilikan dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dan menggerakkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Selain itu, pemerintah juga semakin gencar mengeluarkan ORI (Obligasi Ritel Indonesia) sejak Agustus 2006, bahkan dalam jumlah kecil yakni kelipatan Rp 1juta rupiah, sehingga masyarakat bawah pun dapat membeli dan menikmati bunga yang diberikan. Cara untuk membeli ORI pun terbilang sangat mudah yaitu melalui agen penjual di pasar perdana, yang dapat dapat diperoleh di 20 bank di Indonesia.

3.5  ORI sebagai Ekonomi Partisipatif Masyarakat dalam Pembangunan Indonesia
Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah Obligasi Negara yang diterbitkan Pemerintah Indonesia untuk dijual kepada individu WNI melalui Agen Penjual di pasar perdana. ORI ini termasuk investasi yang menggiurkan bagi masyarakat, karena selain memberikan bunga yang tinggi mencapai 9,35% (di atas bunga deposito dan SBI) namun juga zero risk, risiko gagal bayar dan risiko likuiditas yang rendah. ORI yang telah terbit sebanyak 5 kali di tahun-tahun sebelumnya, mendapat respon antusias dari masyarakat seluruh kalangan.
Diharapkan dengan pendanaan defisit anggaran dengan menitikberatkan pada utang dalam negeri, baik SUN, Sukuk (SBSN) maupun ORI, dapat dijadikan sebagai alat pemerintah dalam memupuk dana dari masyarakat untuk melakukan pembangunan negara dengan risiko minimal, tak seperti pinjaman luar negeri yang penuh syarat dan muatan politis serta kaku dalam penggunaannya. Selain itu, dengan partisipasi masyarakat dalam memberikan pinjaman ke pemerintah tersebut, dapat memupuk rasa memiliki Indonesia dan secara tidak langsung masyarakat berperan serta dalam pembiayaan dan pembangunan nasional. Uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam membiayai bunga obligasi bunga obligasi tersebut juga akan dipotong pajak final 20% yang akan memberikan ‘pemasukan’ kepada negara dari segi perpajakan. Bunga obligasi yang dibayarkan juga akan kembali lagi ke masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraannya dan secara tidak langsung dapat menggerakkan perekonomian lebih maju. Selain itu,
Akan tetapi, menurut pandangan pribadi penulis, nilai bunga obligasi tersebut sangatlah besar. Obligasi negara ini ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, menjadikan obligasi ini memiliki risiko yang kecil bahkan nyaris mencapai zero risk. Alangkah lebih baik jika pemerintah lebih wajar dalam menetapkan bunga obligasinya, sesuai prinsip risk and return-nya.

4.      KESIMPULAN
Indonesia yang menerapkan anggaran defisit, membuat utang pemerintah seakan terus bertambah setiap tahunnya. Peran utang dalam APBN kita selama ini dan dalam jangka waktu yang belum dapat ditentukan sangat vital. Menuju anggaran berimbang pada tahun nggaran 2015, dilakukan dengan diturunkannya defisit sehingga ketahanan ekonomi di dalam negeri semakin kuat. Selain itu juga dengan mengurangi utang luar negeri dan lebih membuka opsi dengan mengalbil utang dalam negeri, dengan bentuk SUN, SBN dan ORI sehingga selain dapat meminimalkan ketergantungan utang luar negeri juga dapat mengajak masyarakat berpartisipasi langsung dengan memberikan pinjaman kepada pemerintah, sehingga menjadi salah satu pintu untuk semakin memiliki Indonesia. Juga dengan bunga utang dalam negeri yang diterima masyarakat tersebut, dapat menggerakkan perekonomian dalam negeri dan menyejahterakan masyarakat.
Selain itu yang lebih penting ialah melakukan penganggaran yang efektif, yaitu melakukan upaya efisiensi belanja kurang produktif, menghilangkan sumber kebocoran anggaran, meningkatkan kemudahan berusaha dan pembangunan infrastruktur yang merata sehingga dapat mendukung kebijakan fiskal dan moneter menuju ekonomi Indonesia yang sehat dan sejahtera.

REFERENSI
[1] Astari, widya. Pengantar Ilmu Ekonomi Responsi http://widyaastariduties.blogspot.com/2012/10/pengantar-ilmu-ekonomi-responsi.html diakses tanggal 21 November 2013
[2] APBN Tahun 2011, 2012, 2013 dan RAPBN Tahun 2014

[3] Utang Luar Negeri Pemerintah RI Mencapai Rp 656 triliun, Siapa Pemberinya? http://finance.detik.com/read/2013/11/21/091720/2419188/4/6/utang-luar-negeri-pemerintah-ri-rp-656-triliun-siapa-pemberinya#bigpic  diakses tanggal 21 November 2013

[4] Naik Lagi Utang Pemerintah RI Saat Ini Rp 2.276 triliun http://finance.detik.com/read/2013/11/21/065819/2419093/4/naik-lagi-utang-pemerintah-ri-saat-ini-rp-2276-triliun  diakses tanggal 21 November 2013

[5] Presiden Perintahkan Kurangi Utang Luar Negeri http://www.pelita.or.id/baca.php?id=97304 diakses tanggal 21 November 2013

[6] Perkembangan Keuangan Pemerintah dan Fiskal 2013 http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/fiskal/137-perkembangan-keuangan-pemerintah-dan-fiskal-2013-iii  diakses tanggal 21 November 2013

0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...