Senin, 09 Juni 2014

Praktik Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Singapura


Septiana Kurniawati
DIV Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang
witch.curt8@gmail.com

Abstrak:
Pemberantasan korupsi di Singapura memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan korupsi berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian Singapura. Yaitu ketika  pejabat senior kepolisian ditangkap karena  menerima suap dari pedagang opium.   Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini kemudian menguat begitu People's Action Party Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top government officials are immuned from investigation and punishment for corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak korupsi'.
 
Paper ini digunakan sebagai kajian untuk mengetahui praktik pencegahan dan pemberantasan korupsi di negara Singapura, sebagai perbandingan dengan praktik di Indonesia.

Kata Kunci : Pencegahan, Pemberantasan Korupsi Singapura


1.      PENDAHULUAN
Setiap negara tak pernah bisa bersih dari tindakan warga negaranya yang melakukan korupsi. Semaju dan semodern suatu negara, tetaplah tak bisa menjamin 100% memiliki good governance dan bersih dari korupsi. Begitu halnya Singapura, yang menjadi negara nomor satu se-Asia Tenggara.

Singapura sudah sejak lama memiliki badan anti korupsi yang disebut CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau). Undang-undang anti korupsinya pun sudah ada sejak tahun 1960 dan telah berkali-kali dilakukan perubahan, yaitu tahun 1963, 1966, 1972, 1981, 1989, dan 1991. Awal mula pembentukan badan ini yaitu karena adanya People’s Action Party di bawah pimpinan Lee Kwan Yew berkuasa pada tahun 1959.

Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top government officials are immuned from investigation and punishment for corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak korupsi'.  Tekad bulat Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act) yang diperbaharui di tahun 1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act [1] 


2.     LANDASAN TEORI

2.1  Metode Penelitian
Kajian untuk paper praktik pencegahan dan pemberantasan korupsi di Singapura ini dilakukan melalui metode observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

2.2  Latar Belakang Dibentuknya CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau)
Singapura pada tahun 1959 dipimpin oleh Lee Kwan Yee. Lee Kwan Yew terkenal sebagai sosok yang bersih, berkarakter kuat, memiliki kekuasaan yang besar. Baginya, Singapura tidak pernah akan jaya dan disegani di seluruh dunia kecuali negara tersebut makmur dan bebas dari korupsi. Ditambah dengan adanya kasus korupsi Kepala Kpolisian saat itu, mendapat perhatian serius pemerintah dan mereka memiliki political will yang kuat untuk perangi korupsi.

Salah satu bentuk nyata dari political will-nya adalah dibentuknya lembaga antikorupsi yang independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Lembaga inilah yang bertugas melakukan pemberantasan korupsi di Singapura. Kepada lembaga ini diberikan wewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi. Lembaga ini benar-benar merupakan lembaga yang kuat.

3.      HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1    Praktik Korupsi di Singapura
Jika Hongkong membentuk komisi pemberantasan korupsi dipicu dengan merajalelanya korupsi di kalangan kepolisian yang melindungi pengedaran narkotika, pelacuran, dan perjudian, maka Singapura membentuk CPIB dipicu dengan kenyataan Bea Cukai Singapura merupakan lahan basah yang rawan akan KKN, manipulasi, maupun penyelundupan yang juga melibatkan banyak pejabat pemerintah. Pahalan perekonomian Singapura bertumpu sebagai perantara dagang antara negara tetangganya dengan negara-negara luar. Sehingga diperlukan suatu badan untuk memberantas korupsi dan menaikkan kredibilitas Singapura kepada negara lainnya.

3.2   Struktur Organisasi CPIB
Pada posisi puncak dijabat oleh seorang direktur, deputi direktur, dan asisten direktur. Bagian di bawahnya ada 5 (lima) divisi atau bagian, yaitu bagian operasi (operation), bagian bantuan operasi (operation support), bagian pencegahan (prevention), bagian administrasi, bagian perwira staf, serta bagian sistem informasi dan komputerisasi.

Bagian operasi membawahi tim penyidik khusus (special investigation team), Unit I, Unit II, Unit III. Bagian bantuan operasi membawahi intelijen dan penelitian lapangan serta bantuan teknik. Bagian administrasi membawahi keuangan , records dan scereening, SDM serta Computer Info Systems Unit. Bagian perwira staf dan bagian pencegahan tidak membawahi subbagian seperti halnya dengan bagian-bagian lain.

Organisasi CPIB Singapura sangat sederhana, tetapi sangat efektif dan efesien, berbeda sekali dengan NCCC Thailand yang organisasinya besar sekali dan rumit.[1]

3.3   Prevention of Corruption Act
Ini adalah UU Pemberantasan Korupsi di Singapura. Undang-undang tersebut membuat hukum pidana materiil dan hukum pidana formil atau hukum acara pidana. Yang dipandang sebagai delik korupsi Singapura yang substantif adalah dari KUHP yang pada umumnya menyangkut penyuapan dan ada juga di dalam Prevention of Corruption Act. 

Adapun yang berasal dari undang-undang Prevention of Corruption Act, hanya 2 (dua) buah yang subtantif, yaitu Pasal 5 dan Pasal 6 PCA ditambah dengan hal yang memperberat pidana menjadi 7 (tujuh) tahun dari maksimal 5 (lima) tahun, korupsi dalam hal tertentu Prevention of Corruption Act. Ditambah lagi dengan dugaan korupsi dalam hal tertentu Prevention of Corruption in certain cases. Masih ada 3 (tiga) pasal lagi, yaitu Pasal 10 sampai dengan Pasal 12 Prevention of Corruption Act yang menyangkut penyuapan kepada Pemerintah atau departemen atau badan publik. Delik yang lainnya menyangkut delik korupsi yang tidak subtantif, seperti tidak bersedia memberi informasi, menghalangi jalannya peradilan korupsi, dan lain-lain. Jadi, untuk pegawai negeri delik suap diambil dari KUHP Singapura, sedangkan untuk lapangan bisnis diatur dalam rumusan khusus di dalam Prevention of Corruption Act.[1]

     Didalam Prevention of Corruption Act juga diatur tentang pembalikan beban pembuktian, yaitu di dalam pasal 8. Yang dituliskan, bahwa pemberian oleh seseorang kepada pemerintahan yang mencari kontrak dengan pemerintah atau departemen atau badan publik, dianggap suap sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

3.4   Wewenang CPIB
CPIB bertugas menerima pengaduan dari masyarakat dan melakukan investigasi terhadap kasus yang mengarah pada korupsi, baik swasta maupun pemerintah. CPIB berwenang meninjau ulang prosedur administrasi di departemen Singapura untuk melihat apakah ada penyimpangan atau tindakan yang mengarah ke korupsi. [2]

Bahkan CPIB, tak seperti KPK di Indonesia, memiliki wewenang untuk menindak suatu kasus korupsi meski hanya bernilai SGD 1 sekalipun. Ditambah dengan adanya database lengkap seluruh warga negaranya tentang kekayaan dan administrasinya, memungkinkan bagi mereka untuk menelusuri dan menyelidiki jika terjadi suatu penyimpangan. [2]

3.5   Tingkat Keberhasilan CPIB
CPIB yang telah berdiri sejak 1959 hingga sekarang telah berhasil membawa Singapura menjadi negara dengan Indeks Persepsi Korupsi nomor satu se-Asia Tenggara dan peringkat kelima dari 182 negara. Tentunya ini bukan semata keberhasilan CPIB, juga keberhasilan masyarakat dan pemerintah yang turut mendukung sikap antikorupsi dan menciptakan lingkungan yang tertib, aman dan bersih dari korupsi. Sehingga CPIB Singapura sebenarnya ibarat anjing penjaga (watchdog) saja, yang siap menakuti orang dengan mata yang membelalak agar orang tidak berani melakukan korupsi.

Bahkan, dalam waktu dekat,  KPK juga akan melakukan studi banding ke CPIB Singapura dalam hal penanganan korupsi melalui gratifikasi seks. Singapura sejak seahun kemarin, telah mengungkap tiga kasus mengenai gratifikasi seks. Dua pelaku di antaranya berhasil dihukum, termasuk pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Singapura. [3]     
   
3.6   Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura tentang Korupsi
Indonesia, dalam hal ini KPK, masih terseok dan memiliki banyak hambatan dalam pemberantasan korupsinya. Salah satunya ialah adanya praktik money laundering hasil korupsi ke luar negeri, salah satunya Singapura. Begitupun para tersangkanya, seperti Nazarudin, Nurbaeti, Gayus Tambunan yang menjadikan Singapura sebagai surga empuk pelariannya. Ini menjadi kejahatan transnaasional dan pelu adanya perjanjian antar kedua negara untuk dapat menangkap dan “mengejar” uang yang telah dilarikan tersebut.

Sebenarnya, akar masalah kenapa koruptor memilih berlindung di Singapura sudah kita ketahui. Bahwa pemerintah Indonesia belum meratifikasi perjanjian ekstradisi sejak tahun 2007 lalu. Tidak adanya penandatangan kembali perjanjian tersebut, menyebabkan polisi Indonesia tidak dapat beroperasi di Singapura. Belum lagi untuk pergi ke Singapura hanya membutuhkan paspor tanpa perlu visa. Dan pihak Indonesia pun lambat dalam mengeluarkan surat pencekalan ke luar negeri. Ini menyebabkan langkah pasukan berkerah putih asal Indonesia lebih leluasa di sana.

Alasan lainnya mengapa Singapura menampung para koruptor ini adalalah karena Singapura hidup dari investor. Singapura adalah negara yang tidak mempunyai sumber daya alam. Dengan adanya investor yang datang dari luar, menyebabkan Singapura dapat terus maju seperti sekarang ini.

Akan tetapi Singapura juga mulai gerah dengan sebutan ini. Tahun ini, pemerintah Singapura telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi PBB tentang antikorupsi. Singapura juga telah lama meratifikasi perjanjian timbal balik ASEAN Mutual Legal Assistance. Dengan begitu mereka juga telah menempatkan posisi sebagai negara yang anti terhadap pencucian uang. Sayangnya, sampai sekarang belum ada tindakan kelanjutan atas perjanjian ekstradisi tersebut, baik dari pihak Indoensia, maupun Singapura. [4]

4.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Singapura telah berhasil membawa negaranya menjadi negara yang bersih dari korupsi, menempati peringkat kelima dunia. Hal ini karena ada political will dari pemerintah untuk memerangi korupsi. Juga dengan baiknya sistem administrasi dan database tentang warga negaranya, sehingga peran CPIB saat ini ibarat watch dog dan akan melakukan penyelidikan ketika menemukan temuan atau indikasi kecurangan, baik sektor swasta maupun pemerintah.

Juga diharapkan agar pemerintah Indonesia untuk kembali bernegosiasi dengan Singapura dalam perjanjian ekstradisi mengenai korupsi, agar Indonesia juga dapat menangkap para tersangka korupsi yang melarikan diri ke Singapura, maupun mengambil harta yang telah dilarikan ke sana. 

DAFTAR REFERENSI


[2] Azra, Azyumardi , Pendidikan  Antikorupsi di Perguruan Tinggi, Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture, 2006



0 comments:

Posting Komentar

.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...